Tanah adalah sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Tanah asalnya terbentuk dari bebatuan yang mengalami pelapukan. Proses pelapukan ini terjadi dengan membutuhkan waktu yang sangat panjang dari ratusan tahun bahkan mencapai ribuan tahun. Pelapukan batuan yang menjadi tanah juga dibantu dengan beberapa mikroorganisme, perubahan suhu dan air.
Jenis tanah dari satu daerah dengan daerah lainnya juga berbeda, hal ini tergantung dari komponen yang ada di dalam daerah tersebut, selain itu juga letak astronomis dan geografis sangat mempengaruhi jenis tanah tersebut.
Begitu pula dengan warna tanah disetiap tempat dapat berbeda – beda. Warna tanah sebenarnya dihasilkan dari gabungan berbagai warna komponen penyusun tanah. Warna tanah berhubungan langsung secara proporsional dari total campuran warna yang dipantulkan permukaan tanah. Warna tanah sangat ditentukan oleh luas permukaan spesifik yang dikali dengan proporsi volumetrik masing-masing terhadap tanah. Makin luas permukaan spesifik menyebabkan makin dominan menentukan warna tanah, sehingga warna butir koloid tanah (koloid anorganik dan koloid organik) yang memiliki luas permukaan spesifik yang sangat luas, sehingga sangat mempengaruhi warna tanah. Warna humus, besi oksida dan besi hidroksida menentukan warna tanah. Besi oksida berwarna merah, agak kecoklatan atau kuning yang tergantung derajat hidrasinya.
Di kabupaten Tanah laut tepatnya di Kecamatan Pelaihari, salah satu daerah yang tanahnya yang berwarna, yaitu berwarna merah letaknya di seputaran Terminal Tanah Habang, diseputaran Pasar Tuntung pandang sampai dengan ex Lapangan Hasan Basri atau lapangan Gembira orang dulu menyebutnya.
Melihat warna tanah dan struktur tanah yang ada, berdasarkan pengamatan secara manual dan dikomparasi dengan literatur - literatur, tanah tersebut kemungkinan termasuk tanah jenis latosol, Jenis tanah ini terdapat beberapa bagian wilayah di Indonesia, seperti Sulawesi, lampung, Kalimantan, Bali dan Papua.
Tanah ini terbentuk dari pelapukan batuan sedimen dan metamorf. Ciri-ciri dari tanah latosol adalah warnanya yang merah hingga kuning, teksturnya lempung dan memiliki solum horizon. Persebaran tanah latosol ini berada di daerah yang memiliki curah hujan tinggi dan kelembapan yang tinggi pula serta pada ketinggian berkisar pada 300-1000 meter dari permukaan laut. Tanah latosol tidak terlalu subur karena mengandung zat besi dan alumunium, namun agar lebih tepat perlu dilakukan penelitian lebih lanjut jenis apa sebenarnya tanah merah di daerah tersebut.
Terlepas dari kajian keilmuan tanah, bagaimana proses itu terjadi dan apa yang menyebabkan warna merah tanah didaerah tersebut, ada sebuah dongeng yang berkembang di kalangan orang tua dulu bahwa tanah tersebut akibat dari matinya seekor babi purba yaitu babi pulangari, binatang ini terkait dengan legenda munculnya nama pelaihari (Dari Mana Kata Pelaihari Muncul??)
Babi ini cukup besar sebesar anak kerbau yang berumur 2 tahun. Babi ini bulunya terdiri dari tiga warna merah, hitam dan putih, sehingga masa itu diberi gelar si tiga warna. Babi ini cukup rakus, sehingga menjarah tanaman apasaja yang ditemukannya. Kawanan babi suka bergerombol dengan jumlah mencapai 30an ekor, dan pulangari adalah pemimpin gerombolan babi – babi tersebut.
Keberadaan babi purba ini pada masa itu dirasakan sangat mengganggu aktifitas masyarakat. Sehingga masyarakat pda waktu itu memutuskan untuk memburu dan membunuh babi purba (Pulangari atau si tiga warna) tersebut. Tetapi masyarakat sangat kesulitan untuk menangkap atau memburu babi pulangari tersebut. Namun setelah berbulan bulan lamanya akhirnya pada suatu ketika babi pulangari ini terkurung dalam jebakan yang dibuat oleh masyarakat. Setelah babi purba atau pulangari atu si tiga warna tersebut terkurung dan terjebak dalam kurungan jebakan yang dibuat oleh masyarakat, maka beramai – ramailah orang – orang menusuk dan mencincang binatang tersebut, karena banyaknya tusukan dan cincangan pada badan tersebut akhirnya pulangari, atau si tiga warna tidak mampu lagi bergerak dan mengeluarkan darah yang cukup banyak, sehingga banyaknya darah yang dikeluarkan oleh si babi purba atau pulangari atau si tiga warna inilah konon darahnya meresap di setiap tanah yang dialiri oleh darah pulangari, akhirnya tanah disekitar lokasi kematian pulangari berubah menjadi merah, dan akhirnya pula tanah didaerah seputaran terminal, pasar tuntung pandang (dulu disebut juga kampung gedang) menjadi berwarna merah sampai dengan sekarang, sehingga masyarakat pelaihari mengenalnya dengan daerah itu sebagai daerah tanah merah atau tanah habang.
(dirangkum dari berbagai sumber)
Jenis tanah dari satu daerah dengan daerah lainnya juga berbeda, hal ini tergantung dari komponen yang ada di dalam daerah tersebut, selain itu juga letak astronomis dan geografis sangat mempengaruhi jenis tanah tersebut.
Begitu pula dengan warna tanah disetiap tempat dapat berbeda – beda. Warna tanah sebenarnya dihasilkan dari gabungan berbagai warna komponen penyusun tanah. Warna tanah berhubungan langsung secara proporsional dari total campuran warna yang dipantulkan permukaan tanah. Warna tanah sangat ditentukan oleh luas permukaan spesifik yang dikali dengan proporsi volumetrik masing-masing terhadap tanah. Makin luas permukaan spesifik menyebabkan makin dominan menentukan warna tanah, sehingga warna butir koloid tanah (koloid anorganik dan koloid organik) yang memiliki luas permukaan spesifik yang sangat luas, sehingga sangat mempengaruhi warna tanah. Warna humus, besi oksida dan besi hidroksida menentukan warna tanah. Besi oksida berwarna merah, agak kecoklatan atau kuning yang tergantung derajat hidrasinya.
Di kabupaten Tanah laut tepatnya di Kecamatan Pelaihari, salah satu daerah yang tanahnya yang berwarna, yaitu berwarna merah letaknya di seputaran Terminal Tanah Habang, diseputaran Pasar Tuntung pandang sampai dengan ex Lapangan Hasan Basri atau lapangan Gembira orang dulu menyebutnya.
Melihat warna tanah dan struktur tanah yang ada, berdasarkan pengamatan secara manual dan dikomparasi dengan literatur - literatur, tanah tersebut kemungkinan termasuk tanah jenis latosol, Jenis tanah ini terdapat beberapa bagian wilayah di Indonesia, seperti Sulawesi, lampung, Kalimantan, Bali dan Papua.
Tanah ini terbentuk dari pelapukan batuan sedimen dan metamorf. Ciri-ciri dari tanah latosol adalah warnanya yang merah hingga kuning, teksturnya lempung dan memiliki solum horizon. Persebaran tanah latosol ini berada di daerah yang memiliki curah hujan tinggi dan kelembapan yang tinggi pula serta pada ketinggian berkisar pada 300-1000 meter dari permukaan laut. Tanah latosol tidak terlalu subur karena mengandung zat besi dan alumunium, namun agar lebih tepat perlu dilakukan penelitian lebih lanjut jenis apa sebenarnya tanah merah di daerah tersebut.
Terlepas dari kajian keilmuan tanah, bagaimana proses itu terjadi dan apa yang menyebabkan warna merah tanah didaerah tersebut, ada sebuah dongeng yang berkembang di kalangan orang tua dulu bahwa tanah tersebut akibat dari matinya seekor babi purba yaitu babi pulangari, binatang ini terkait dengan legenda munculnya nama pelaihari (Dari Mana Kata Pelaihari Muncul??)
Babi ini cukup besar sebesar anak kerbau yang berumur 2 tahun. Babi ini bulunya terdiri dari tiga warna merah, hitam dan putih, sehingga masa itu diberi gelar si tiga warna. Babi ini cukup rakus, sehingga menjarah tanaman apasaja yang ditemukannya. Kawanan babi suka bergerombol dengan jumlah mencapai 30an ekor, dan pulangari adalah pemimpin gerombolan babi – babi tersebut.
Keberadaan babi purba ini pada masa itu dirasakan sangat mengganggu aktifitas masyarakat. Sehingga masyarakat pda waktu itu memutuskan untuk memburu dan membunuh babi purba (Pulangari atau si tiga warna) tersebut. Tetapi masyarakat sangat kesulitan untuk menangkap atau memburu babi pulangari tersebut. Namun setelah berbulan bulan lamanya akhirnya pada suatu ketika babi pulangari ini terkurung dalam jebakan yang dibuat oleh masyarakat. Setelah babi purba atau pulangari atu si tiga warna tersebut terkurung dan terjebak dalam kurungan jebakan yang dibuat oleh masyarakat, maka beramai – ramailah orang – orang menusuk dan mencincang binatang tersebut, karena banyaknya tusukan dan cincangan pada badan tersebut akhirnya pulangari, atau si tiga warna tidak mampu lagi bergerak dan mengeluarkan darah yang cukup banyak, sehingga banyaknya darah yang dikeluarkan oleh si babi purba atau pulangari atau si tiga warna inilah konon darahnya meresap di setiap tanah yang dialiri oleh darah pulangari, akhirnya tanah disekitar lokasi kematian pulangari berubah menjadi merah, dan akhirnya pula tanah didaerah seputaran terminal, pasar tuntung pandang (dulu disebut juga kampung gedang) menjadi berwarna merah sampai dengan sekarang, sehingga masyarakat pelaihari mengenalnya dengan daerah itu sebagai daerah tanah merah atau tanah habang.
(dirangkum dari berbagai sumber)
No comments:
Post a Comment