Sunday, 30 October 2016

TABANIO - Kampung Pelarian Putra Mahkota Kesultanan Banjar

Distrik Tabanio (dahulu Afdeeling Tabanio) adalah bekas distrik (kawedanan) yang merupakan bagian dari wilayah administratif Onderafdeeling Tanah Laut pada zaman kolonial Hindia Belanda dahulu. Distrik Tabanaio ini meliputi daerah aliran sungai Tabanio, yang dipimpin oleh Kepala Distrik (districhoofd)

Pada saat zaman kerajaan Banjar Kampung Tabanio merupakan daerah yang sangat strategis bukan saja sebagai daerah lalu lintas kedatangan bagi masyarakat luar Banjar, tetapi juga daerah perdagangan, bahkan menurut menurut Onderkoopman Ring Holm merupakan pusat perdagangan gelap yang paling ramai di Kalimantan. hal dimungkinkan karena Tabanio merupakan daerah pesisir.

Hal tersebut dapat diindikasikan bahwa hubungan masyarakat Tabanio pada masa itu dengan kerajaan Banjar sangat erat, hal ini dapat dilihat dalam catatan sejarah tentang pelarian putra mahkota Kesultanan Banjar ke Kampung Tabanio, yaitu Pangeran Muhammad Aminullah pada saat terjadinya kecamuk di istana kesultanan kerajaan Banjar.

Perebutan tahta diawali ketika Sultan Hamidullah atau Sultan Kuning wafat pada tahun 1734 M dengan meninggalkan seorang putera yang masih berusia sekitar 5 tahun bernama Muhammad Aminullah. Kejadian tersebut menimbulkan pertentangan kepentingan perebutan kekuasaan sebab putra mahkotanya masih belum dewasa pada saat Sultan mangkat. Sesuai dengan tradisi, maka wali dipegang oleh pamannya atau adik Sultan Kuning yaitu pangeran Tamjidillah I, sehingga kelak jika putra mahkota telah dewasa, barulah tahta kerajaan akan diserahkan.

Pangeran Tamjidillah I sebagai wali sultan mempunyai siasat yang lebih jauh, yaitu berkeinginan menjadikan hak kekuasaan politik berada dalam tangannya dan keturunannya. Untuk itu, Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah yang telah dewasa dijadikannya sebagai menantu. Dengan perkawinan tersebut Pangeran Tamjidilah memperhitungkan bahwa menantunya (putra mahkota) tidak akan sampai hati meminta bahkan merebut kekuasaan dari mertuanya, yang berarti sama dengan ayahnya sendiri.

Tetapi bagaimanapun juga dalam hati Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah masih terbersit ingin mengambil kembali haknya atas tahta kerajaan sebagai ahli waris yang sah dari Sultan Kuning. Akhirnya Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah melarikan diri ke Tabanio, sebuah pelabuhan perdagangan lada yang terpenting dari kesultanan Banjarmasin. Putera mahkota menjadi bajak laut untuk mengumpulkan kekuatan, dan menanti saat yang tepat untuk merebut kembali tahta pamannya. Sementara itu Sultan Sepuh atau Sultan Tamjidillah I pada tahun 1747 membuat kontrak dagang dengan VOC, yang merupakan dasar bagi VOC, untuk mengadakan hubungan dagang dan politik dengan kesultanan Banjarmasin sampai tahun 1787.

Belanda melalui siasat politiknya, juga menjalin hubungan dengan Pangeran Muhamamad Aminullah di Tabanio. Belanda melihat Pangeran Muhamamad Aminullah beserta pasukan lautnya sangat berhasil dan efektif untuk memotong jalur perdagangan di Kesultanan Banjar sehingga mengakibatkan dampak yang cukup besar bagi perekonomian kesultanan Banjar. Dengan kondisi tersebut akhirnya rencana Belanda untuk menguasai perekonomian lada hitam bisa menjadi kacau. Keadaan tersebut mrmbuat Belanda melancarkan strategi adu domba dengan mendekati Muhammad Aminullah. Belanda bahkan menawarkan bantuan kepada Muhammad Aminullah untuk kembali meminta haknya sebagai pewaris tahta di Kesultanan Banjar.

Sikap Belanda dengan memihak kedua kubu dibuktikan ketika Belanda yang diwakili oleh J.A. Paraficini membuat surat perjanjian dengan Sultan Tamjidillah I pada tanggal 20 Oktober 1756. Seminggu kemudian, tepatnya pada tanggal 27 Oktober 1756, Paraficini juga membuat perjanjian dengan Muhammad Aminullah di Tabanio.

Setelah berhasil mengumpulkan kekuatan dan pengikut yang besar, Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah melaksanakan maksudnya semula yaitu merebut kembali tahta kesultanan, dari tugas pamannya yang sekaligus mertuanya, mengambil hak atas tahta sesuai dengan tradisi yang sah dari kesultanan Banjarmasin. Menggunakan sejumlah perahu dengan pengikut yang besar, Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah bertolak dari Tabanio menyusuri Tanjung Silat yang berombak besar dan kadang-kadang angin bertiup kencang, kemudian memasuki sungai Barito, terus berbelok ke sungai Martapura, akhirnya sampai ke Martapura. Berita kedatangan Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah yang akan menyerang Martapura sempat menggemparkan keluarga istana, tetapi Pangeran Tamjidullah I tetap tenang atas situasi yang gawat tersebut.

Dengan dasar pertimbangan jangan terjadi pertumpahan darah antar keluarga sendiri, apalagi Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah adalah kemenakan dan menantunya sendiri, Pangeran Tamjidillah I menyerahkan tahta kesultanan Banjarmasin, sehingga Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah berkuasa atas kesultanan Banjarmasin.

Secara lahiriah Pengeran Tamjidillah I ikhlas, menyerahkan tahta kepada keponakannya Pangeran Mohammad Aliuddin, tetapi dalam hati Pangeran Tamjidillah I sangat tidak senang hati atas berpindahnya tahta dari tangannya, apalagi sebetulnya sebagian besar kaum bangsawan mendukungnya sebagai Sultan. Hal inilah yang menyebabkan Pangeran Tamjidillah I membuat siasat licik, untuk mengembalikan tahta ke tangannya. Ketika Pangeran Tamjidillah I menyerahkan tahta kepada Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah keponakannya, di hadapan para bangsawan dia mengatakan : Biarlah tahta direbut oleh Ratu Anom (gelar Pangeran Muhammad Aliuddin) sebentar lagi juga akan mati

Ucapan ini lahir dari niat liciknya untuk melenyapkan Pangeran Muhammad Aliuddin sebagai Sultan. Bagaimana caranya? Kenyataannya Ratu Anom atau Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah menderita sakit yang terus menerus dan menyebabkan kesehatannya makin lama makin mundur dan pada tahun 1761, diduga kematian Sultan ini akibat diracun.

Meskipun pemerintahan Muhammad Aliuddin Aminullah hanya berlangsung 3 tahun, dia mempunyai sikap politik yang keras terhadap VOC, usahanya lebih banyak menguntungkan perdagangan Kerajaan, daripada harus tunduk pada kemauan Belanda. Pemimpin-pemimpin VOC yang pernah berhubungan dengan Sultan Aminullah, harus sangat berhati-hati, sehingga Sultan tidak merasa tersinggung, karena watak Sulta Muhammad Aliudin Aminullah sangat keras kalau dia tersinggung. Hal ini dilaporkan oleh VOC kepada Residen de Lilc yang berbunyi sebagai berikut :

Residen jangan mengira bahwa di Banjar ini sama halnya dengan di Banten atau Jawa. Orang Banten atau Orang Jawa walaupun dia dipukul kompeni dengan cambuk di kepalanya, sekali-kali tak berani mengatakan bahwa pukulan itu sakit, tapi orang Banjar mendengar kata-kata yang keras saja sudah marah dan bila sampai terjadi begitu maka seluruh Banjar akan merupakan buah-buahan yang banyak pada satu tangkai.

Sultan Muhammad yang selengkapnya Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah atau Sultan Muhammadillah meninggalkan anak Putri Lawiyah, ibu Sultan Sulaiman Saidullah bin Sunan Sulaiman Saidullah. Pangeran Abdullah (Putra Mahkota), menikah dengan Ratu Aer Mas binti Tahmidullah II, Pangeran Rahmat (Baca juga Pangeran Datu Ahmad Keramat Istana Pelaihari) dan Pangeran Amir, kakek dari Pangeran Antasari Gusti Kusin

Jadi dapat disimpulkan bahwa Kampung Tabanio yang ada di Kabupaten Tanah Laut pada masanya sangat berperan penting bukan saja dalam perjalanan riwayat Kesultanan Banjar tetapi pada masa perjuangan melawan Belanda.

(dirangkum dari berbagai sumber)

No comments:

Post a Comment

DINAMIKA TAKISUNG & PANTAINYA DARI TAHUN KE TAHUN

Takisung  adalah sebuah  kecamatan  yang ada di Kabupaten  Tanah Laut , Provinsi  Kalimantan Selatan ,  Indonesia . Dari segi administ...