Friday, 27 March 2020

FLU SPANYOL - KISAH KELAM INDONESIA (HINDIA BELANDA) 100 TAHUN YANG LALU



Pada akhir musim semi 1918, sebuah kantor berita di Spanyol mengabarkan sebuah wabah penyakit dengan karakter epidemi telah muncul di Spanyol. Kantor berita itu menyebutkan bahwa epidemi itu sifatnya ringan. Namun dua minggu berselang setelah laporan itu diterbitkan, wabah flu spanyol telah menginfeksi 100.000 orang.
Hari-hari berikutnya “epidemi ringan” itu telah berubah menjadi pandemi. Bahkan virologis Amerika Serikat Jeffery Taubenberger menyebut Flu Spanyol sebagai The Mother Of All Pandemics.  Jumlah korban tewas diperkirakan mencapai 21 juta jiwa (John Barry) hingga 50-100 juta jiwa (Nial Johnson dan Juergen Mueller), di mana kematian terbesar terjadi pada balita, orang berumur 20-40 tahun, dan orang berumur 70-74 tahun. Itu berarti, dalam kurun waktu Maret 1918-September 1919, Flu Spanyol merenggut sekitar dua persen populasi dunia yang saat itu berkisar 1,7 miliar orang. Angka tersebut jauh melebihi jumlah korban PD I yang berkisar 9,2 juta-15,9 juta jiwa.
Beberapa epidemiologis Amerika menyimpulkan, virus flu dibawa oleh buruh Tiongkok dan Vietnam yang dipekerjakan militer Inggris dan Perancis selama Perang Dunia I (PD I). Alasan utamanya, mereka terbiasa hidup berdekatan dengan burung dan babi. Namun argumen tersebut dibantah Dr. Edwin Jordan, editor dari Journal of Infectious Disease, dengan menyebut bahwa wabah flu di Tiongkok tidak menyebar dan berbahaya. Jordan juga tidak sepakat dengan teori yang menyebutkan India atau Perancis sebagai asal dari virus mengingat virus flu di kedua negara tersebut hanya bersifat endemik.
Pada awal kedatangannya di Indonesia, hanya sedikit orang yang berpikir bahwa Flu Spanyol itu berbahaya. Bahkan Asosiasi Dokter Batavia menyimpulkan bahwa Flu Spanyol tidaklah berbahaya bila dibandingkan dengan flu pada umumnya. Pandemi itu kemungkinan masuk melalui jalur laut, Pemerintah Hindia Belanda mencatat, virus ini pertamakali dibawa oleh penumpang kapal dari Malaysia dan Singapura dan menyebar lewat Sumatera Utara. Investigasi polisi laut terhadap kapal penumpang MaetsuyckerSingkarah, dan Van Imhoff mendapati beberapa penumpang positif terjangkit virus tersebut. Virus bahkan menjangkiti seluruh penumpang dan awak kapal Toyen Maru yang baru tiba di Makassar dari dari Probolinggo.
Pada April 1918 konsul Belanda di Singapura bersurat kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda agar tidak menerima kapal-kapal dari Hongkong berlabuh di Batavia. Sebelumnya, konsul Belanda di Singapura itu telah menerima peringatan dari otoritas Inggris di Hongkong. Hindia Belanda pun sebenarnya punya Peraturan Karantina yang tercantum di Staatblad van Nederlandsch Indie no. 277 tahun 1911. Aturan itu mengatur tentang prosedur karantina kapal dan pelabuhan—juga kota—untuk menekan persebaran wabah ketika terjadi epidemi. Sayangnya, peringatan itu tidak mendapat perhatian yang semestinya dari pemerintah kolonial. Maka itu protokol karantina juga tidak berjalan efektif. Kapal-kapal dari luar negeri tetap bebas berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Hindia Belanda. Begitu pun penumpangnya diperbolehkan masuk kota sebagaimana biasa. Akibatnya, Hindia Belanda mesti berhadapan dengan epidemi yang mematikan tiga bulan kemudian. “Pada bulan Juli 1918, beberapa pasien influenza mulai dilaporkan di sejumlah rumah sakit di Hindia Belanda. Jumlah ini semakin meningkat pada bulan Agustus dan September, meskipun rasio perbandingan dengan jumlah korban wabah-wabah lokal yang terjadi sebelumnya masih dianggap rendah
Beberapa suratkabar juga menganggap Flu Spanyol belum berbahaya. Aneta, misalnya, dari korespondensinya dengan Asosiasi Dokter Batavia menyimpulkan bahwa Flu Spanyol tidaklah berbahaya bila dibandingkan dengan flu pada umumnya. Sementara, Sin Po menulis, “Ini penjakit lagi sedang hebatnja mengamoek di seantero negeri, sekalipoen tiada begitoe berbahaja seperti kolera atau pes."
Burgerlijken Geneeskundigen Dienst (BGD/Dinas Kesehatan Sipil) Hindia Belanda bahkan sempat salah kaprah dengan menganggap serangan Flu Spanyol sebagai kolera. Akibatnya, setelah muncul beragam gejala, pemerintah menginstruksikan BGD untuk mengadakan vaksinasi kolera di tiap daerah. Kesalahan penanganan itu menyebabkan jumlah korban semakin banyak, mayoritas berasal dari golongan Tionghoa dan Bumiputera.
Menurut BGD, gejala Flu Spanyol layaknya flu biasa. Penderita merasakan pilek berat, batuk kering, bersin-bersin, dan sakit kepala akut di awal. Dalam beberapa hari, otot terasa sakit dan disusul demam tinggi. Gejala umum lainnya, mimisan, muntah-muntah, menggigil, diare, dan herpes. Pada hari keempat atau kelima, virus telah menyebar hingga ke paru-paru. Dalam banyak kasus, gejala itu berkembang menjadi pneumonia. Bila penderita sudah sampai pada tahapan ini, kecil kemungkinan bisa bertahan.
Ketika virus itu mulai menyerang kota-kota besar di Jawa pada Juli 1918, pemerintah dan penduduk tidak memperhatikan. Mereka tidak sadar virus tersebut akan menjalar dengan cepat dan mengamuk dengan sangat ganas. Terlebih, saat itu perhatian pemerintah lebih terfokus pada penanganan penyakit-penyakit menular lain seperti kolera, pes, dan cacar.
Akibatnya dalam hitungan minggu, virus itu menyebar ke Jawa Barat (Bandung), Jawa Tengah (Purworejo dan Kudus), dan Jawa Timur (Kertosono, Surabaya, dan Jatiroto). Selain Pulau Jawa, virus itu juga menjangkit Kalimantan (Banjarmasin dan Pulau Laut) sebelum mencapai Bali, Sulawesi, dan pulau-pulau lain di sekitarnya
Harian Sin Pao menyebutkan, 200 pekerja perkebunan di Jawa Barat terinfeksi pandemic sehingga tidak bisa bekerja. Hal itu membuat produksi kopi menjadi terhambat. Sementara itu di Padang, kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah dihentikan karena mayoritas murid dan guru terinfeksi Flu Spanyol.
Karena keterbatasan fasilitas kesehatan, banyak pasien pula yang tidak bisa ditampung rumah sakit itu. Selain itu para dokter juga tak bisa berbuat banyak karena mayoritas dari mereka belum mengenal virus itu.
Bahkan menurut majalah Kolonial Weekblad (1919), masing-masing dokter di Makassar harus bertanggung jawab terhadap nasib 800 pasien. Saking frustasinya, seorang dokter di Rembang mengatakan tidak ada obat untuk menyembuhkan penyakit itu selain amal baik seseorang.
Bahkan beberapa dokter memanfaatkan momentum itu dengan menaikkan tarif berobat. Mereka beralasan kenaikan tarif itu dilakukan agar tidak harus melayani banyak pasien.
Keterbatasan fasilitas kesehatan membuat makin banyak penderita Flu Spanyol yang tidak terawat. Pengobatan tradisional-pun nyatanya juga tidak banyak menolong. Di Pasuruan, mayat-mayat terpaksa ditelantarkan di pinggir jalan karena banyak penggali kubur yang tertular virus itu.
Akibat wabah yang mengerikan tersebut, banyak korban meninggal berjatuhan, November 1918, diperkirakan penduduk Indonesia yang meninggal karena Flu Spanyol berjumlah 402.163 jiwa. Namun sebenarnya tidak diketahui secara pasti berapa jumlah korban meninggal.
Menurut Collin Brown dalam buku The Influenza Pandemic 1918 in Indonesia, jumlah korban Flu Spanyol di Indonesia berjumlah 1,5 juta jiwa. Sementara itu Flu Spanyol menyebabkan presentase kematian di Jawa Tengah dan Jawa Timur naik dua kali lipat bahkan lebih.


sumber
detik.net, republika.co.id, historia.id, tirto.id

Wednesday, 25 March 2020

DAN BUMI-PUN PERLU ISTIRAHAT





Penggila Bola akhirnya hanya bisa menghela nafas, ditengah asyiknya mereka menikmati sajian kompetisi liga-liga Eropa seperti Liga Inggris, Liga Itali, Liga Spanyol, Bundesliga Jerman disisa kompetisi yang berjalan semuanya dihentikan tanpa batas waktu yang bisa diprediksi kapan akan bergulir lagi.
Gara-gara merebaknya sebuah virus, virus yang saat ini boleh dibilang sangat dahsyat, yang dapat dikatakan mampu menghentikan aktifitas orang-orang diseluruh dunia. Corona makhluk kecil yang mengakibatkan tidak hanya kompetisi bola yang tidak bisa dilanjutkan, bahkan semua aspek  kehidupan saat ini semuanya melambat.
Jauh sebelum wabah Covid-19 ini, beberapa dekade sebelumnya sudah beberapa kali muncul wabah yang mampu meluluhlantakkan sendi kehidupan, mampu memperlambat semua sendi kehidupan.
Black death  antara tahun 1347 dan 1351, wabah pes menyebar ke seluruh Eropa. Penyakit ini menewaskan sekitar 25 juta orang.  Pandemi ini kemudian dikenal sebagai Black Death. Wabah tersebut menjadi awal menurunnya perbudakan karena begitu banyak orang meninggal. Pada saat itu sejarah mencatat hampir seluruh aktifitas manusia terhenti.
Pandemi tahun 1720. Wabah ini diketahui berasal dari kapal dagang bernama Grand Saint Antoine yang saat itu mulai berlabuh di Marseille dari Levant.  Wabah penyakit PES yang disebabkan oleh infeksi bakteri yersinia pestis. Penyakit ini menular dari hewan kepada manusia lewat serangga. Penyakit tersebut merupakan bawaan dari beberapa negara di Eropa hingga akhirnya sampai di Marseille, Prancis, pada tahun 1720.
Pada tahun 1820 kolera telah menyebar ke Thailand, Indonesia yang menewaskan 100.000 orang di pulau Jawa saja, dan Filiphina. Tidak lama kemudian, penyakit ini juga tersebar ke seluruh Eropa. Tahun Kolera merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Vibrio Cholerae. Bakteri tersebut biasanya hidup di perairan asin dan hangat. Asal-usul penyakit ini berasal dari negara India
Pada tahun 1920 wabah influenza mematikan yang belum pernah diketahui sebelumnya. Menyerang Kanada pada tahun 1918-1920. Pandemi (penyakit yang menyebar secara serempak di suatu wilayah tertentu) penyakit itu telah menewaskan 55.000 orang di Kanada.
Pandemi ini juga dikenal sebagai sebagai virus H1N1. Virus yang mewabah pada tahun 1920 ini dianggap sebagai virus paling mematikan karena bisa dengan mudah merusak sistem imun. Virus tersebut diketahui telah menginfeksi 100 juta orang hingga ke Kutub Utara.
Covid-19, Virus ini pertama kali diidentifikasi di Wuhan, ibu kota provinsi Hubei China. Virus ini telah menunjukkan bukti penularan dari manusia ke manusia dan tingkat penularannya tampaknya meningkat pada pertengahan Januari 2020. Meskipun ada upaya dari pemerintah China dan lembaga lain untuk mengkarantina seluruh kota, tampaknya virus tersebut telah berhasil menyebar ke luar perbatasan Cina, dengan sejumlah penduduk negara lain mulai dari Eropa hingga Amerika didapati orang-orang yang suspect virus ini.
Kematian pertama yang dikonfirmasi disebabkan dari infeksi virus corona terjadi pada tanggal 9 Januari 2020 dan sejak itu sudah ada 214 kematian yang telah dikonfirmasi.
Asal mula keberadaan virus sudah terdeteksi sejak zaman Mesir Kuno, ketika Firaun Ramses meninggal dunia pada tahun 1196 SM karena sejenis penyakit yang saat ini di duga disebabkan oleh virus Smallpox. Sebelum itu, pada tahun sekitar 1400 SM, Memphis yang saat itu merupakan ibukota Mesir Kuno pernah terserang sejenis penyakit poliomyelitis yang juga di sebabkan oleh virus. Tapi karena minimnya pengetahuan di aman itu, kejadian-kejadian tersebut di abaikan begitu saja dan biasanya malah di anggap sebagai kutukan.
Lalu pada tahun 1000 SM, di Cina juga terjadi endemik yang di sebabkan oleh virus Smallpox. Namun penelitian baru di lakukan pada 1798 ketika Edward Jenner pertama kali menemukan vaksin. Tanpa tahu bahwa vaksin tersebut merupakan antibodi buatan untuk mencegah pertumbuhan virus. Pada tahun 1880, Louis Pasteur dan Robert Koch melalui suatu penelitian, mengemukakan  "germ theory" yaitu bahwa mikroorganisme merupakan penyebab penyakit. Tanpa tahu secara spesifik mikroorganisme seperti apa itu. Lalu pintu pengetahuan pun mulai terbuka ketika Adolf Mayer salah mengambil kesimpulan akan penyebab penyakit Mozaik pada tembakau.
Pada pemerintahan Justinianus I, kaisar kerajaan Bizantium abad ke-6, terjadi sebuah wabah pes yang dikenal sebagai wabah Justinian. Pandemi ini diperkirakan telah menewaskan antara 30 hingga 50 juta orang.  Wabah ini benar-benar terjadi, tetapi para peneliti masih mempelajari bukti terkait tingkat keparahannya sekitar 1.500 tahun yang lalu. Akibat penyakit tersebut, sebagian besar perdagangan terhenti dan kekaisaran melemah.
Apapun wabah pernah terjadi ternyata boleh dikatakan membuat sebagian besar manusia memperlambat aktifitas mereka atau bahkan menghentikan aktifitas mereka. Boleh jadi dengan melambatnya aktifitas manusia, dengan berhentinya aktifitas seperti berkurangnya kesibukan pesawat yang hilir mudik diudara, kesibukan transportasi dengan kepulan asap polusi yang dihamburkan, pergerakan manusia yang membuat bumi ini menjadi sibuk,  dengan adanya wabah virus ini semuanya melambat dan terhenti, pada masa inilah bumi tidur sejenak untuk beristirahat, atau ibaratkan sebuah mesin, bumi lagi turun mesin untuk memperbaiki dirinya, dan juga sembari memberikan kita ruang untuk berfikir dan berisitirahat. Mudah-mudahan seiring dengan meredanya wabah bumi akan kembali bergerak seperti sedia kala dengan tenaga yang baru.
(dari berbagai sumber)


"DATU DAIM" SOSOK YANG MASIH BANYAK MENYIMPAN MISTERI

Datu Daim, selama ini dikenal oleh sebagian masyarakat pelaihari hanya nama sebuah jalan, yang berada tidak jauh dari Pasar Tuntung Pandan...