Bulan
Januari 2006 ini, rakyat Indonesia merayakan tiga pergantian tahun sekaligus:
tahun baru Islam 1 Muharram 1427 H, 1 Suro 1939 Saka Jawa dan Tahun Baru
Imlek 2557. Dalam kalender 2006
Masehi, 1 Muharram 1427 H bertepatan dengan hari selasa 31 Januari. Tanggal 1
Suro 1939 bertepatan dengan hari itu juga, untuk tahun baru imlek 2557 jatuh
pada hari minggu tanggal 29 Januari, namun sedikit perbedaan perhitungan,
menurut beberapa ahli ada yang menyebutkan bahwa tahun baru Imlek 2557 jatuh
pada hari selasa tanggal 31 Januari 2006, bertepatan dengan tahun baru Islam
dan awal tahun Saka Jawa. Jadi kalau pendapat itu yang kita pakai, maka pada hari
dan tanggal tanggal tersebut terjadi tiga tahun baru sekaligus dengan latar
belakang agama dan budaya yang berbeda.
Sistem penanggalan ketiga macam tahun
tersebut berbeda dengan sistem penanggalan Masehi yang berdasarkan pergerakan
Matahari, tetapi berdasarkan pergerakan bulan (lunar) mengelilingi bumi.
Walaupun menggunakan sistem penanggalan yang sama, ketiganya memiliki sejarah
sendiri – sendiri.
Pada umumnya umat Islam berpendapat
sejarah dimulainya perhitungan tahun Islam; Khalifah Umar bin Khatab r.a. adalah orang
yang pertama menggunakan kalender bulan kamariah berdasarkan peristiwa
hijrah Nabi saw. dari Mekah ke Madinah. Beliau menjadikan peristiwa yang
terjadi pada tanggal 16 Juli 622 M. itu sebagai awal penanggalan dalam Islam. Namun
K.H. Dr Jalaludin Rahmat (Kang Jalal) berpendapat lain yang menyebutkan bahwa Nabi
Muhammad yang ditemani sahabat Abu Bakar hijrah ke Madinah pada 12 Rabiul Awal
bukan pada 1 Muharam sebagai tanda dimulainya Tahun Hijriah. Selain itu Kang
Jalal menyebutkan bahwa untuk peringatan Tahun Baru Islam tiap 1 Muharam baru
dimulai sejak 25 tahun lalu atau sekitar tahun 1970-an yang berasal dari ide
pertemuan cendekiawan Islam di AS. "Waktu itu terjadi fenomena maraknya
dakwah, -masjid dipenuhi jemaah, dan munculnya jilbab hingga kemudian dikatakan
sebagai kebangkitan Islam, Islamic Revival.
Hal ini diperkuat dengan liputan majalah
Times yang dalam sampul depannya memuat tulisan Islamic Revival,".
Tujuannya adalah untuk lebih menggelorakan kebangkitan Islam, lanjut Kang
Jalal, akhirnya disepakati perlunya peringatan tahun baru Islam hingga menyebar
ke seluruh Muslimin termasuk di Indonesia. (Pikiran Rakyat, 11 Maret, 2004)
Tahun Saka Jawa pada awalnya menggunakan
sistem penanggalan berdasarkan pergerakan matahari. Tetapi pada tahun saka
Hindu 1555 bertepatan dengan tahun 1633 M, Raja Mataram Sri Sultan Agung Prabu
Hanyokrokusuma mengganti konsep tersebut dasar sistem penanggalan Matahari
menjadi sistem Bulan. Tahun Saka Jawa ini sebagai sebuah sistem penanggalan
Jawa yang mengandung unsur kebudayaan.
Tahun baru Imlek ada perbedaan dengan
persepsi banyak orang, karena pada tahun baru ini banyak orang yang beranggapan
merupakan perayaan keagamaan yaitu agama Buddha, padahal tahun baru Imlek
adalah sebuah kebudayaan yang muncul dari budaya negeri Cina. Indentifikasi
Imlek sebagai hari raya Buddha pada saat agama Buddha telah menyebar di
Tiongkok, yaitu pada jaman Dinasti Han (202 SM-221 M). Pada saat itu agama ini
hanya dianut oleh kalangan istana saja, namun lama kelamaan menyebar dikalangan
masyarakat. Rakyat yang menganut agama Buddha masih tetap mempertahankan budaya
tradisional, bahkan kadang – kadang tercampur dengan kepercayaan lama mereka
seperti Taoisme dan Konfusianisme. Mereka kadang – kadang pada saat merayakan
hari raya keagamaan juga sekaligus melakukan perayaan tradisional. Hal inilah yang mungkin
menyebabkan orang beranggapan bahwa hari raya Imlek adalah merupakan hari raya
agama Buddha.
Terlepas dari tiga unsur perbedaan yang
dikandungnya, atau cara merayakan yang berbeda, maupun perbedaan sejarahnya,
yang pasti ketiganya dirayakan oleh rakyat Indonesia, baik yang berasal dari
agama Islam, Buddha atau dari etnis Jawa atau Cina.
Hal yang paling penting dari perayaan
tersebut adalah kita dapat merenungkan bersama dari terjadinya tiga tahun baru
ini secara bersamaan. Negara kita adalah negara kesatuan yang menjunjung tinggi
nilai – nilai keagamaan, sehingga kita sebagai penganut agama apapun yang
diakui oleh negara harus saling hormat menghormati, harapan yang terlahir
tentunya dari perayaan itu adalah dapat menjadi momentum penyadaran, sehingga tidak
terjadi lagi teror atau pertikaian yang dilatar belakangi isu agama. Selain itu
negara kita yang terdiri dari beragam etnis dan suku, dengan keragamannya itu
kita harapkan penyadaran kembali tentang kerangka negara kesatuan sehingga
dapat menciptakan perdamaian dan kemakmuran bagi rakyat yang menempati negeri
ini.
Akhirnya sekali lagi mudah – mudahan 31
Januari 2006 dapat menjadi sebuah momentum denting penyadaran kembali, menuju
negara yang aman adil dan makmur. Tidak perlu
lagi ada pertikaian antar agama, tidak perlu lagi pertikaian antar suku, yang perlu
ada adalah mari membangun dan menciptakan perdamaian dinegeri ini bersama –
sama. Selamat Tahun Baru Islam 1247 Hijriah, selamat Tahun Baru Saka Jawa 1939,
dan selamat Tahun Baru Imlek 2557.
Jogjakarta, 16
Januari 2006
Penulis
ISMAIL
FAHMI