Monday 30 July 2018

RATIK WARA



Pada satu ketika tak sengaja saya membaca sebuah status di media social dengan huruf besar dan tebal “NAPADA UNDA NI RATIK WARA”. Sekilas memang tulisan itu hanya sebuah tulisan dari bahasa banjar, tetapi apabila kita maknai lebih dalam ternyata kata-kata tersebut adalah sebuah idiom yang mengandung arti yang sangat dalam.
Kalau kita runtut satu persatu dari kalimat tersebut, terdiri dari dua kata yaitu ratik dan wara. Ratik dalam terjemahan bahasa Indonesia artinya sampah sedangkan wara mengandung arti belaka atau hanya. Jadi kalau didefiniskan dari istilah RATIK WARA menjadi “hanya sebuah sampah saja”.
Menelisik lebih jauh jika diterapkan dalam kalimat kehidupan sosial bisa menjadi arti “bukan siapa-siapa” atau arti lain yang bernada rendah diri
Ada dua makna yang bisa diambil dari kalimat “saya bukan siapa-siapa”. Yang pertama, memberikan kesan ketidakpedulian terhadap masalah, konflik, atau topik yang sedang dibicarakan. Yang kedua, memberikan kesan bahwa pengaruh ucapan ataupun tindakan kita tidak berdampak besar atau tidak memiliki kekuatan apa-apa.
Makna yang kedua biasanya lebih populer dipahami dibandingkan makna yang pertama. Makna yang pertama memiliki prasangka yang negatif dibandingkan yang kedua, (mungkin) karena itulah makna yang kedua bisa jadi lebih populer dibandingkan yang pertama.
Layaknya bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa Melayu, bahasa Banjar yang banyak digunakan di wilayah Kalimantan Selatan, beberapa daerah di propinsi Kalimantan lainnya, Riau (terutama di Indragiri Hilir), bahkan Malaysia, juga memiliki ungkapan atau idiom, yang mana jika diartikan secara harfiah sangat jauh dan berbeda maknanya dari yang dimaksud, seperti halnya idiom atau ungkapan dari RATIK WARA.
Ratik wara sebuah ungkapan yang mengandung arti aku bukanlah siapa-siapa, aku yang tidak memiliki kemampuan apa-apa, tetapi hal yang harus kita ingat  bahwa setiap kepedulian pada sesuatu harus disertai tindakan. Kita tidak bisa bersikap peduli dan berbicara “Saya bukan siapa-siapa” jika kita belum ada upaya untuk mengubah kondisi tersebut. Jika kita sudah berusaha tapi tidak ada respon yang memuaskan, bisa jadi kita memang bukan siapa-siapa, dan pantas jika kita berucap “NAPADA UNDA NI RATIK WARA”.

Friday 29 June 2018

ANTARA RUTINITAS & KREATIFITAS (HARAPAN) BUPATI & WAKIL BUPATI TANAH LAUT TERPILIH


Perhelatan Pilkada di Kab. Tanah Laut sudah hampir rampung, tinggal proses administrasi yang harus diselesaikan oleh penyelenggara Pilkada. Pemenangnya sudah mulai terlihat secara terang benderang berdasarkan hasil yang diliris Sinergi Data Indonesia (SDI) hingga pukul 16.17 Wita tanggal 27 Juni 2018, raihan suara calon Bupati-Wakil Bupati Tanah Laut nomor urut 1 Sukamta-Abdi Rahman sebesar 61,03 persen, berbanding 38,97 persen suara milik duet Bambang Alamsyah-Ahmad Nizar di 217 tempat pemungutan suara (TPS) yang dijadikan sampel dari 657 TPS. Sedangkan, dari total daftar pemilih tetap (DPT) 227.453 pemilih, diambil 78.711 suara. Selain itu juga pernyataan sikap Bambang Alamsyah yang menyatakan selamat terhadap kemenangan pasangan Paslon urut 1.
Sebelum proses pencoblosan hiruk pikuk dan gemuruhnya pilkada di Kab Tanah Laut cukup ramai, ini terlihat  baik di dunia nyata maupun di dunia maya, seperti ramainya perdebatan digrup facebook antara pendukung masing-masing paslon sampai indikasi keterlibatan oknum ASN yang berujung pada ranah pengadilan.
Akibat dari keramaian ini barangkali sedikit terlupakan oleh kita siapa dan apa sebenarnya Bupati itu?, dalam konteks otonomi Daerah Bupati adalah sebutan kepala daerah tingkat kabupaten. Pada dasarnya, bupati memiliki tugas dan wewenang memimpin penyelenggaraan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD kabupaten. Bupati dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di kabupaten setempat. Bupati merupakan jabatan politis (karena diusung oleh partai politik), dan bukan Pegawai Negeri Sipil.
Dalam sejarahnya istilah Bupati, sebelum tahun 1945 sebenarnya hanya dipakai di pulau Jawa, Madura, dan Bali. Dalam bahasa Belanda, bahasa administrasi resmi pada masa Hindia Belanda, istilah bupati disebut sebagai regent, dan istilah inilah yang dipakai sebagai padanan bupati dalam bahasa Inggris. Semenjak kemerdekaan, istilah bupati dipakai untuk menggantikan regent seluruh wilayah Indonesia.
Istilah "bupati" sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta. Dalam prasasti Telaga Batu, yang ditemukan di kampung tersebut dekat Palembang dan berisi pemujaan terhadap raja Sriwijaya, terdapat kata bhupati. Prasasti tersebut diperkirakan dari akhir abad ke-7 Masehi. Pakar prasasti Indonesia J. G. de Casparis menterjemahkan bhupati dengan istilah "kepala".  Kata bhupati juga ditemukan dalam prasasti Ligor, yang ditemukan di provinsi Nakhon Si Thammarat di. Pada abad ke-17, orang Eropa menyebut daerah tersebut dengan nama "Ligor". Prasasti ini mengandung tanggal 775 Masehi. Istilah bhupati digunakan untuk menyebut raja Sriwijaya.
Dalam bukunya Océanie ou cinquième partie du monde : revue géographique et ethnographique de la Malaisie, de la Micronésie, de la Polynésie et de la Mélanésie, ainsi que ses nouvelles classifications et divisions de ces contrées ("Oceania atau bagian dunia yang kelima : majalah geografi dan etnografi tentang Malaisia, Mikronesia, Polynesia dan Melanesia, dan klasifikasi dan divisi baru untuk kawasan tersebut"), penjelajah asal Prancis Gérard Louis Domeny de Rienzi (1834) mencatat istilah "bapati".
Jabatan bupati dalam arti modern berasal dari masa awal kerajaan Mataram, pada masa Sultan Agung (1613-1645) menitip pengurusan daerah yang ditaklukkannya kepada orang yang dipercayainya. Saat itu nama pejabat tersebut adalah "adipati". Pada masa Hindia Belanda, para adipati disebut regent. Biasanya mereka dipilih dari kalangan saudagar atau priyayi.
Adapun tugas & fungsi Bupati adalah ; memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD, mengajukan rancangan Perda,  menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD, menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama, mengupayakan terlaksananya kewajiban Daerah, mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hakim untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tugas dan fungsi tersebut diatas hanyalah sebuah rutinitas, tapi ada hal yang lebih penting dari tugas dan fungsi tersebut yaitu KREATIFITAS DAN INOVASI, keberhasilan Bupati tidak hanya diukur dari hasil pekerjaan rutinitas tetapi juga hasil dari kreatifitas dan inovasi.
Harapannya semoga Bupati dan Wakil Bupati Tanah Laut terpilih tidak saja mampu menjalankan roda pemerintahan secara bersih dan tertib tetapi juga banyak memiliki kreatifitas dan inovasi sehingga mampu mengangkat perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.




DINAMIKA TAKISUNG & PANTAINYA DARI TAHUN KE TAHUN

Takisung  adalah sebuah  kecamatan  yang ada di Kabupaten  Tanah Laut , Provinsi  Kalimantan Selatan ,  Indonesia . Dari segi administ...