Thursday 10 November 2016

TAYUK

Botol Tayuk zaman dulu
Minuman adalah salah satu kebutuhan pokok manusia dalam kehidupan, apabila tidak terpenuhi oleh manusia, maka akan berakibat fatal bagi kehidupan manusia. Minuman memiliki banyak fungsi, ada yang berfungsi sebagai alat pelepas dahaga, minuman sebagai salah satu cara untuk membantu proses penyembuhan, minuman sebagai penambah vitalitas, tetapi ada juga yang menggunakan minuman sebagai sebuah kesenangan.

Dahulu kebanyakan orang-orang hanya mengenal jenis minuman seperti susu, kopi dan teh, serta minuman sejenis arak, tetapi sekarang dengan teknologi yang semakin maju jenis-jenis minuman semakin bervariasi dan berkembang, bahkan dikemas dalam sebuah kemasan yang sangat menarik.

Berbicara mengenai jenis-jenis minuman tersebut diatas, salah satu minuman yang dari dahulu sudah sangat dikenal lama oleh manusia adalah minuman sejenis arak. Minuman jenis ini dilihat dari sudut kesehatan akan berdampak negative apabila digunakan tanpa aturan, apalagi dikonsumsi secara terus menerus. Tetapi ada sebagian masyarakat yang menggunakan minuman jenis arak ini sebagai obat dan juga sebagai alat bantu untuk melawan kondisi cuaca atau iklim disuatu tempat.

Di sebagian kalangan masyarakat Kalimantan Selatan ada yang mengenal Pelaihari (Kab. Tanah laut) sebagai sebuah tempat penghasil minuman jenis arak khas Pelaihari, yaitu minuman TAYUK. Minuman ini sangat khas dan hanya dapat ditemukan di daerah perkampungan cina parit Pelaihari. Tayuk memiliki aroma tersendiri dan memiliki bau yang sangat kuat. Dahulu orang-orang china yang datang ke perkampungan parit adalah para pekerja tambang, yang didatangkan dari negeri tiongkok, tayuk menjadi minuman yang sangat berguna bagi kelancaran pekerjaan mereka. Pada saat mereka menetap di perkampungan cina Parit, mereka menambang emas dengan system Tabangan (baca juga Kampung Cina Parit pelaihari). System ini banyak memanfaatkan penggunaan air, sehingga bagi setiap pekerja tambang apabila sudah selesai bekerja maka akan merasakan hawa yang sangat dingin, dan juga kulit tangan mereka mengkerut, sebagaimana umumnya apabila kita terlalu lama berada didalam air.

Untuk mengurangi rasa dingin dan menghilangkan kerut-kerut pada kulit mereka akibat dari lamanya mereka berendam didalam parit, maka para pekerja tambang meminum minuman yang mereka ramu sendiri, yang sekarang mereka sebut dengan TAYUK. Selain itu juga tayuk digunakan oleh mereka sebagai minuman pada saat merayakan hari-hari besar mereka.

Mencari pengertian tayuk ini agak sulit kita untuk menemukannnya, menelusuri isitlah dalam bahasa cina juga tidak ditemukan definisi dari tayuk ini sendiri. Tapi yang jelas tayuk ini adalah minuman yang dihasilkan dari berbagai ramuan nabati salah satunya dari akar ilalang, dicampur dengan hasil ramuan rendaman anak kijang atau rusa, serta bahan – bahan lain dari alam. Dari hasil pencampuran beragam ramuan tersebut pada saat itu akhirnya menghasilkan sebuah minuman yang multi fungsi, bisa dijadikan sebagai minum penghangat badan atau bisa juga sebagai obat gosok penghilang kerutan kulit, bahkan digunakan juga untuk obat gosok atau obat urut. Barangkali dari hasil pencampuran tersebut berakibat menghasilkan permentasi alkohol, sehingga apabila terlalu banyak meminum tayuk maka akan mengakibatkan si peminumnya menjadi hilang kesadaran. Biasanya orang-orang cina parit dahulu, setelah selesai bekerja ditambang mereka meminum tayuk dengan ditemani sepotong kue, yang biasa disebut kue keranjang.

Kue keranjang (ada yang menyebutnya kue ranjang) yang disebut juga sebagai Nian Gao (年糕) atau dalam dialek Hokkian Ti Kwe (甜棵), adalah kue yang terbuat dari tepung ketan dan gula, serta mempunyai tekstur yang kenyal dan lengket. Kue ini merupakan salah satu kue khas atau wajib disajikan pada saat perayaan tahun baru Imlek,

Pada awalnya kue ini dipercaya, ditujukan sebagai hidangan untuk menyenangkan dewa Tungku (竈君公 Cau  Kun Kong) agar membawa laporan yang menyenangkan kepada raja Surga (玉皇上帝 Giok Hong Siang Te).
Kue Keranjang
Selain itu, bentuknya yang bulat bermakna agar keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan dating. Di Cina terdapat kebiasaan saat tahun baru Imlek untuk terlebih dahulu menyantap kue keranjang sebelum menyantap nasi sebagai suatu pengharapan agar dapat selalu beruntung dalam pekerjaannya sepanjang tahun. Kue keranjang inilah yang biasa digunakan di perkampungan cina parit pada awal-awal masa kedatangan mereka sebagai teman minum tayuk.

Tetapi sayangnya sekarang ini tayuk yang asli sudah sangat sulit ditemukan, tayuk yang benar-benar sesuai dengan racikan awal pada saat orang cina datang pertama kali ke perkampungan parit pelaihari. Minuman ini yang dahulu hanya dikonsumsi terbatas oleh mereka saja tetapi, sekarang sudah dikonsumsi bukan saja dari orang-orang cina perkampungan parit, tetapi juga oleh orang-orang dari luar perkampungan tersebut. Seperti halnya penyalahgunaan Lem, Zenith (obat tulang), Sprite dicampur alkohol (Gaduk), maka begitu pula nasib tayuk dari perkampungan cina parit, banyak oknum yang menyalahgunakan tayuk dengan mengkonsumsinya secara berlebihan, sehingga dapat menghilangkan rasa kesadaran mereka (mabuk). Ditambah lagi ulah oknum yang mencampurkan alkohol pada saat proses pembuatan tayuk, dengan maksud agar kadar alkohol yang terkandung didalam minuman tayuk semakin tinggi, sehingga tayuk menjadi sebuah konsumsi yang digunakan sebagai alat untuk mabuk-mabukan

Akibat adanya pergeseran fungsi tayuk tersebut, dulunya tayuk dikonsumsi secara terbatas dan digunakan sebagai sebagai teman pada saat menunaikan sebuah pekerjaan, tetapi sekarang tayuk digunakan oleh oknum untuk menjadikannya sebagai sarana hiburan semata, sehingga nampaknya tayuk yang dulu bukanlah tayuk yang sekarang.
(dari berbagai sumber)

26 NOVEMBER 1962 - MOMENTUM PERGERAKAN KABUPATEN TANAH LAUT

Tidak lama lagi kita akan memasuki bulan desember, dimana bulan tersebut merupakan hitungan bulan terakhir pada masa satu tahun. Tetapi bagi Kabupaten Tanah laut desember adalah sebuah bulan yang sangat penting bagi perjalanaan Kabupaten Tanah laut. Dimana pada tanggal 2 Desember 2016 Kabupaten Tanah laut akan memasuki usia yang ke 51, sebuah usia yang sudah cukup matang pada ukuran kehidupan manusia.

Tanah Laut menjadi sebuah Kabupaten tidak secara serta merta bisa langsung berdiri pada tanggal 2 desember 1965. Dalam catatan sejarah berdirinya kabupaten Tanah laut, adalah sebuah proses perjalanan yang cukup panjang, yaitu selama 10 (sepuluh) tahun perjuangan sampai terbentuknya Tanah laut menjadi sebuah Kabupaten. 10 (sepuluh) tahun itu diawali dari tahun 1956, 1957, 1961, 1962, 1963, 1964 dan 1965 dengan berbagai macam persitiwa.

Awal perjuangan Tanah Laut menjadi sebuah Kabupaten dimulai pada tahun 1956, melalui sebuah resolusi yang disampaikan oleh Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Tanah Laut. Kemudian usulan tersebut kembali disampaikan pada tahun 1957 oleh anggota DPRDGR Banjar wakil Tanah laut Bapak H. Parhan.

Usulan LVRI maupun usulan anggota DPRDGR Wakil tanah laut tersebut tidak mendapat respon yang positif oleh Pemerintahan Kab. Banjar, selama 4 (empat) tahun usulan tersebut seperti hilang ditingkat kalangan atas, tetapi menjadi perbincangan hangat dikalangan bawah, khususnya masyarakat Tanah laut. Sehingga pada tahun 1961 tokoh-tokoh muda di Tanah laut melakukan pergerakan penuntutan terbentuknya Kabupaten. Terhitung dari bulan april, rapat kecil disebuah acara perkawinan, kemudian pada bulan Juni dilakukan rapat lanjutan dirumah Bapak M. Afham, akhirnya pada bulan Juli diputuskan untuk membentuk Panitia Penyalur Hasrat Tuntutan Daerah Swantantra Tingkat II Tanah Laut, dan diketuai oleh H.M.N Manuar.

Tahun 1962 Panitia Penyalur Hasrat Tuntutan Daerah Swantantra Tingkat II Tanah Laut. Mengajukan memori Tanah Laut kepada Bupati dan Wakil Ketua DPRDGR Banjar, pada siding DPRDGR tanggal 6 Agustus 1962 dan tanggal 3 September 1962 DPRDGR mendukung terbentuknya Tanah Laut ebagai sebuah Kabupaten, melalui SK Nomor 37/3/DPRDGR/1962.

TANGGAL 26 NOPEMBER 1962 Tim DPRDGR Tingkat I KALSEL melakukan peninjauan ke Tanah Laut guna melihat situasi kelayakan Tanah laut untuk dijadikan sebuah Kabupaten. Dari hasil peninjauan tersebut maka lahirlah sebuah resolusi No 12/DPRDGR/Res/62, yang ditujukan kepada Mendagri dan Otonomi daerah, tertanggal 11 Desember 1962,

Resolusi dari DPRDGR Tingkat I Kalsel mendapat reaksi positif dari DPRDGR RI, dengan mengirimkan Komisi B pada tanggal 2 Oktober 1963, dengan melakukan peninjauan desa Kintap dan Bati-Bati. Pada pertemuan tersebut Komisi B DPRDGR RI mengusulkan agar Panitia Penyalur ditingkatkan menjadi Badan persiapan Pembentukan Daerah Swantantra Tingakt II Tanah Laut, diketuai oleh H.M. Manuar.

Tahun 1963 DPRDGR Tk I Kalsel mendesak kepada Gubernur agar menunjuk pejabat penguasa di Tanah laut. 11 Agustus 1964 diserahterimakanlah kekuasaan Kewedanaan Tanah laut oleh Bupati Banjar.

26 April 1965 dengan tujuan agar perjuangan lebih efektif dan efesien maka Badan persiapan Pembentukan Daerah Swantantra Tingakt II Tanah Laut diperbaharui menjadi Badan Persiapan Tingakt II Tanah laut, yang diketuai oleh bapak R.S Sugiarto. Dari berbagai rentetan persitiwa tersebut akhirnya terbitlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1965 tentang pembentukan Daerah Tingkat II Tabalong, Tapin dan Tanah laut. Maka pada tanggal 2 Desember 1965 dijadikanlah sebagai hari Jadi Kabupaten Tanah Laut.

Semua peristiwa diatas adalah peristiwa yang sangat penting dan saling memiliki keterkaitan dalam sejarah pembentukan Kabupaten Tanah laut, namun salah satu tanggal yang menjadi penting dan menjadi sebuah momentum dari hasil pergerakan tokoh-tokoh Tanah laut (A. Sjairani, H. Anang Imbran, H. bakeri, Tijansyah Noor, M. Afham, Materan HB, H. Parhan, EM Hulaimy, H.M.N Manuar, H. Salman, Soepardjan, H.A. Wahab, Fransyah, Mahyu Arif, Djohansyah, H.Hamdi, H.M Ramli, A.Wahid, A. miskat Thaib, Marsal, Ibut, Karti, Samideri, R.S Sugiarto, dll) adalah TANGGAL 26 NOPEMBER 1962, yaitu pada saat Tim DPRDGR Tingkat I KALSEL melakukan peninjauan ke Tanah Laut, dimana dari hasil peninjauan tersebut mampu meyakinkan pemerintahan pusat bahwa Tanah laut layak untuk dijadikan sebuah Kabupaten, dan Kabupaten tersebut bernama Kabupaten Tanah laut. Akhirnya selamat bertemu tanggal 2 Desember 2016, Dirgahayu kabupaten Tanah laut

(dirangkum dari berbagai sumber)

PHALAENOPSIS AMABILIS PELAIHARI

Anggrek adalah salah satu tanaman hias berbunga yang sangat indah Anggrek memiliki bentuk dan corak bunga yang beraneka ragam, sehingga memiliki keindahan yang khas apabila dipandang mata. Keindahan bentuk dan bunganya membuat tanaman keluarga “Orchidaceae” ini dikoleksi oleh para pencinta bunga, bahkan sampai menjadi sebuah bisnis yang menggiurkan.

Indonesia adalah pemilik hampir seperlima jenis anggrek di dunia bagamana tidak, sekitar 4000 jenis anggrek tumbuh di bumi Indonesia, sebuah nilai kekayaan alam yang laur biasa. Dari sekitar 4000 jenis anggrek tersebut salah satunya adalah Anggrek Bulan Lokal (Phalaenopsis amabilis). Anggrek ini merupakan salah satu jenis anggrek yang memiliki bunga yang indah, termasuk dalam katefori anggrek spesies atau dikenal dengan anggrek alam (lokal), mengingat penyebarannya terbanyak ditemukan di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Anggrek ini tergolong jenis epifit yakni menempel di pohon untuk mendapatkan sari makanan akan tetapi tidak merugikan sama sekali bagi inangnya. Anggrek bulan ini tidak suka terlalu lembab atau bahkan kering, karena masih tergolong anggrek alam, jika dikoleksi harus disesuaikan dengan kondisi alam asli tempat hidupnya .

Phalaenopsis amabilis ini sekarang sangat langka, jarang dijumpai karena plasma nutfahnya sudah banyak yang diambil untuk dijadikan indukan persilangan dengan jenis anggrek alam lainnya. Sebagai komoditas bisnis, Anggrek Phalaenopsis amabilis ini pernah menduduki rangking atas dalam perdagangan tanaman anggrek, karena harganya yang relatif terjangkau namun memiliki sosok bunga yang sangat.


Phalaenopsis Amabilis pertama kali ditemukan di sebuah pulau kecil di lepas pantai timur New Guinea oleh ahli botani Georgius Everhardus Rumphius pada tahun 1653, dan diberi nama Majusi Ablum Angraecum. Nama itu tetap dipakai hingga tahun 1825 ketika Karl Ludwig Blume menemukan spesies yang sama dan memberi nama Phalaenopsis Amabilis Blume. Genus ini banyak ditemukan di daerah utara Australia, Indonesia, Papua, New Guinea, Filipina, dan New Britain.

Di Indonesia terdapat sedikitnya 6 ekotipe anggrek Phalaenopsis Amabilis yang endemic, yaitu di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Adanya eksploitasi hutan secara besar-besaran menyebabkan populasi Phalaenopsis Amabilis menjadi sangat sedikit. Salah satu tempat di Kalimantan Selatan yang dapat ditemukan anggrek jenis ini adalah di Pelaihari kabupaten Tanah laut, anggrek bulan ini bahkan sudah menjadi anggrek khas Pelaihari. Nama anggrek ini disebut Phalaenopsis Amabilis Pelaihari).

Phalaenopsis Amabilis Pleihari biasa dikenal dengan nama anggrek bulan pleihari, merupakan jenis anggrek bulan yang paling populer dan banyak dijadikan bibit utama silangan anggrek bulan dunia. Daunnya berukuran besar yang tumbuh dikiri kanan batang dengan jumlah 5 – 8 helai. Tangkai bunga menjuntai panjang mencapai 30 -80 cm, kadang ia memiliki beberapa cabang dengan ditumbuhi beberapa bunga berwarna putih serta labelum berwarna kuning bertotol coklat. Yang spektakuler adalah jumlah bunga yang mencapai 5 – 50 kuntum. Anggrek ini dapat ditemukan di kawasan Pegunungan Meratus, khususnya gunung Birah dan Bajuin, namun spesies endemik Phalaenopsis amabilis varian peleihari ini sudah sangat sulit ditemukan yang tumbuh secara alami di alam. Spesies ini perbedaannya terletak pada bentuk labelumnya yang panjang bagai kumis melingkar dan berwarna kuning bertotol coklat, serta keunggulannya pada jumlah bunga yang bisa mencapai 50 lebih pertangkai. Pada tahun 1993, melalui Keputusan Presiden RI ditetapkan sebagai bunga nasional dengan sebutan “ Puspa Pesona”, melalui Keputusan Presiden No 4/1993, selain itu juga pada tahun 2009 pemerintah melalu menteri pertanian, menetapkan anggrek Phalaenopsi amabilis varian pleihari sebagai indukan silangan unggul Nasional.
Mengingat Anggrek Bulan Pelaihari adalah sejenis anggrek khas pelaihari dan sudah diakui secara nasional maka patutlah kita berbangga dengan kekayaan alam Tanah laut, sekaligus juga kita mempunyai kewajiban untuk melestarikannya, dengan menjaga dan melestarikannya, maka kita juga turut serta dalam menjaga dan melestarikan Alam Tanah Laut.
(dirangkum dari berbagai sumber)


Wednesday 9 November 2016

PADA (NG) WANYI = SUNGAI RIAM

Di era tahun 1980an masih sering kita dengar orang menyebut nama sebuah kampung dengan sebutan kampung PADA WANYI. Kampung ini terletak di sebelah selatan kota Pelaihari, sekarang lebih dikenal dengan sebutan Sungai Riam. Sekarang masih ada sebagian orang-orang tua yang atau kakek nenek kita yang menyebut sungai riam dengan kampung Pada Wanyi.

Istilah padang Wanyi ini muncul ada dua versi menurut cerita orang tua dulu, ada yang cerita yang terkait dengan nama hutan yang lebat, ada pula yang berkaitan dengan nama sebuah buah. Beberapa ratus tahun yang lalu, pada wanyi atau Sungai Riam adalah sebuah hutan ulin yang sangat lebat, karena sangat lebatnya hutan ulin tersebut sehingga digambarkan seperti seperti kerumunan lebah (wanyi dlm bhs banjar), sehingga masyarakat menyebut hutan tersebut dengan sebutan hutan padang wanyi.

Sedangkan versi lain menyebutkan bahwa pada zaman dahulu dihutan tersebut banyak pohon buah wanyi, Buah wanyi ini adalah satu buah-buahan asli hutan Kalimantan, selain buah kasturi atau buah lai. Buah ini bentuknya sekilas seperti buah kedondong atau buah mangga pada umumnya. Namun yang membedakannya adalah warna dari daging buah wanyi itu sendiri. daging buah wanyi memiliki warna putih dan ditengahnya terdapat biji yang cukup besar berwarna orange. buah ini sendiri memiliki rasa yang manis keasam-asaman dan ciri khas dari buah ini adalah memiliki bau yang sangat tajam, dan apabila kena getah pohonnya, efeknya akan menimbulkan gatal-gatal. Tetapi sekarang buah ini sangat sulit didapatkan.

Dari dua versi cerita tersebut yang menjadi latarbelakang penyebutan kampung tersebut disebut sebagai kampong padang Wanyi, tetapi karena pengucapan logat banjar yang cepat sehingga terdengar seperti PADA WANYI, maka muncullah istilah PADA WANYI.

Oleh Hindia Belanda secara administrative penyebutan kampung Padang Wanyi ini sudah dikenal pada ratusan tahun yang lalu, sebutan Padang Wanyi dapat ditemukan pada peta lama Hindia Belanda yaitu peta De Kleine dan Atlas Der Geheele Nederlands Indie.

Perubahan nama kampong pada (ng) wanyi terjadi di era tahun 1958 – 1960an sehingga sampai dengan sekarang berubah menjadi kampong sungai Riam.

Tuesday 8 November 2016

TANAH LAUT BAK LUKISAN

Pemandangan luar biasa, Tanah Laut seperti dalam lukisan tangan
(Izin share pemilik Foto)
Gunung Birah

Bukit Lintang

Bukit Rimpi

Bukit Lintang

MENTIWAH

Mantiwah pada masa lalu diprediksi pernah tinggali oleh penduduk yang menganut kepercayaan Animisme, sebab menurut ceritanya kampong Mentiwah dulu adalah tempat orang-orang dari suku Dayak Ngaju. Mereka datang dari Kalimantan Tengah dengan menyusuri sungai Kahayan dan Sungai Kapuas sampai ke Tabanio (baca juga siap yang mendiami Wilayah Tanah Laut). Dari Tabanio mereka menyebar ke berbagai tempat. Diperkirakan salah satu tempat yang mereka jadikan tempat tinggal adalah didaerah sekitar gunung Keramaian itu terjadi pada abad ke 12,

Ada juga yang menyebutkan bahwa suku dayak ngaju ini menyebar dan menetap di sebuah hutan yang sangat lebat dan masih banyak binatang buasnya, disana mereka sering mengadakan upacara-upacara adat Bitiwah yang selanjutnya dikenal dengan lingkungan Mantiwah.

Seiring dengan berjalannya waktu akhirnya hutan tersebut menjadi sebuah perkampungan yang diberi nama oleh orang-orang dari luar perkampungan Kampung Mantiwah. Pada saat itu hampir seluruh kegiatan masyarakat sehari – hari berbau Animisme seperti kebiasaan suku-suku Dayak, selain itu kampong ini juga dipimpin seorang kepala suku dan panglima, seperti tradisi dayak pada umumnya.

Namun kebiasaan tersebut akhirnya luntur, hal ini disebabkan dikirimnya oleh kerajaan Banjar seorang pendakwah dan seorang alim ulama dari Martapura yaitu Datu Lami (akan dibahas pada tulisan lain).

Dalam sebuah dokumentasi, pemimpin desa mentiwah disebut dengan Pambakal (sekarang Kepala Desa) atau Pejabat pemimpin Kampung. Sebelum tahun 1917 tidak terdokumentasi siapa yang menjadi pemimpin atau pembakal desa telaga, namun dari tahun 1917 tercatat sebagai berikut mentiwah masuk dalam wilayah administrasi Desa Telaga dengan pembakal ; Salleh 1917 s/d 1920, Djait 1920 s/d 1922, Marif 1923 s/d 1926, Kasan 1927 s/d 1939, Sukur 1940, Adjad 1940 s/d 1943, Arif 1943 s/d 1959, Anang Atjil 1960 s/d 1968, Syahdan 1968 s/d 1973, Muhammad Busra, 1973 s/d 1976, Ramlan Saberi 1976 s/d 1984, M. Paderani 1985 s/d 1991, Soenaryo 1992 s/d 2001, Bahruni Ramlan 2002 s/d 2012, Aspul 2012.

Sekarang secara administratif kewilayahan desa Mentiwah masuk dalam wilayah desa Telaga, konon Telaga ini adalah sebutan oleh orang-orang belanda yang berkunjung kedesa tersebut, karena pada saat tentara Belanda istirahat di desa mentiwah mereka merasakan keindahan alam, sejuknya udara desa dengan gemercik sebuah sungai kecil, sehingga mereka menyebutnya Telaga.



(dirangkum dari berbagai sumber)

Monday 7 November 2016

MENEROPONG PERJALANAN MESJID SYUHADA MELALUI FOTO

Diambil dari berbagai postingan foto tentang Mesjid Syuhada Pelaihari
"Tahun 1950 - 2004 Dokumentasi belum ada"
(Izin share)

1930 - 1935
1990 - 2004


2004 - sekarang




MAJAKELING

Majakeling adalah sebuah nama jalan yang ada di Kota Pelaihari, jalan ini terletak kurang lebih 200 meter dari Mesjid Jami Syuhada Pelaihari. Majakeling selama ini sudah sangat dikenal oleh masyarakat sekitar Pelaihari, apalagi beberapa tahun yang silam lokasi ini pernah menjadi sebuah pasar, sebelum lokasi dipindahan ke Pasar Tuntung pandang Pelaihari sekarang ini. Dahulu orang-orang juga menyebut daerah ini dengan sebutan LAUT.

Menelusuri istilah kata Majakeling ini sangat sulit ditemukan literaturnya, baik dari penggunaan bahasa banjar, nama tumbuh-tumbuhan, nama orang, atau bahkan nama binatang. Sehingga muncul pertanyaan dari benak kita apa sebenarnya MAJAKELING tersebut.  Tulisan kali ini mencoba menghubungkan antara literature yang ada, dengan cerita orang tua dulu mengenai latar belakang kenapa daerah tersebut diberi nama jalan dengan nama Majakeling.

Berbagai literature dicoba ditelusuri, ditemukan yang hampir mendekati dari beberapa istilah Majakeling adalah antara lain ; Maja nama buah-buahan, Sonokeling nama pohon kayu, Kesumba Keling nama pohon kayu dan Keling sebagai sebutan orang.

Buah maja, berdasarkan ilmu botani buah buah maja terdiri dari dua jenis, yang pertama buah maja manis, bernama ilmiah Aegle marmelos merupakan tanaman asli Asia yang tersebar mulai dari Pakistan, India, tenggara Nepal, Sri Lanka, Bangladesh, Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam, Kambodja, Malaysia, Filipina dan Indonesia, sedangkan buah Maja pahit bernama ilmiah Crescentia spp. berasal dari daerah Karibia, Mexico dan Amerika Tengah. Di india, daging buah maja manis biasa dikonsumsi sebagai sharbat. Ini adalah minuman tradisional, terdiri dari daging buah yang dihancurkan, dicampur dengan air, gula (atau sirup) dan es. Pucuk maja juga merupakan sayuran yang populer. Dalam ilmu pengobatan tradisional India (ayurvedic), maja dipercaya bisa mengobati gangguan pencernaan, dan demam. Dalam tradisi Hindu, maja merupakan tumbuhan “titisan” Hyang Syiwa. Hingga tanaman maja selalu ada di halaman pura Hindu. Selain pucuknya untuk sayuran, daun maja juga merupakan perangkat ritual hindu yang cukup penting.

Kayu Sonokeling (atau Sanakeling) dikenal sebagai kayu mewah asli pulau Jawa, Indonesia. bersama dengan kayu jati, Sonokeling menjadi primadona. Selain mempunyai tingkat keawetan sangat baik dan kuat, tekstur kayu ini khas dan indah. Tidak mengherankan jika harganya pun menjadi mahal. Sayangnya, tumbuhan asli Indonesia (Jawa) ini mulai sulit ditemukan di habitat aslinya, Daftar Merah IUCN mendaftarnya sebagai spesies Vulnerable (rentan).

Nama latin tumbuhan ini adalah Dalbergia latifolia Roxb., dengan nama sinonim Amerimnon latifolium (Roxb.) Kuntze dan Dalbergia emarginata Roxb. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan beberapa sebutan seperti Indonesian Rosewood, Bombay Blackwood, Indian Rosewood, Malabar Rosewood, dan Java palisander. Sedang di Indonesia Sonokeling terkadang disebut Linggota, Sono Sungu, atau Sonobrit.

Sonokeling atau Sanakeling merupakan tumbuhan penghasil kayu keras dari famili (suku) Leguminosae (atau disebut juga Fabaceae). Pohonnya berukuran sedang hingga besar dengan tinggi mencapai antara 20-40 meter. Batangnya mampu memiliki diameter hingga 1,5 meter. Pepagan (kulit bagian luar) berwarna abu-abu kecoklatan dengan alur pecah-pecah membujur.

Sedangkan Kesumba keling adalah perdu atau pohon kecil dengan tinggi 2-8 m. Daunnya tunggal, bertangkai panjang, dan besar. Helaian daunnya berbentuk bulat telur, ujungnya runcing, dengan pangkal yang rata dan kadang berbentuk jantung. Tepi daunnya rata, dengan pertulangan daun menyirip, ukuran daunnya: 8-20 cm × 5–12 cm, berwarna hijau berbintik merah.[1]Perbungaan tumbuhan ini majemuk, dengan warna merah muda atau putih dengan diameter 4–6 cm. Buahnya seperti rambutan, tertutup rambut seperti sikat, berwarna hijau sewaktu masih muda, dan merah tua apabila sudah masak. Buahnya pipih, panjang 2–4 cm, dan berisi banyak biji kecil berwarna merah tua.[1] Kesumba keling menyukai tempat yang hangat, lokasi dengan paparan sinar matahari yang cukup, tidak beku, dan lebih senang tumbuh didaerah tropis yang memiliki intensitas hujan yang lebih banyak sepanjang tahun

Sementara dari hasil penelusuran istilah Keling (dari bahasa Sansekerta: Kalingga) adalah sebuah nama daerah di India Selatan. Kata ini bisa pula merujuk kepada suatu suku bangsa Dravida atau Tamil yang berasal dari sana. Selain itu juga istilah Keling dikaitkan dengan berdirinya Kerajaan Kalingga (Holing) yang dirajai Ratu Sima, pada abad ke 7 di Indonesia. Di Indonesia istilah atau perkataan orang Keling yaitu sebutan bagi orang yang berkulit hitam biasanya ditujukan kepada orang Tamil atau orang Afrika, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Keling banyak mengandung arti keling ; orang berkulit hitam yang berasal dari India selatan, keling ; Paku berkepala dua untuk menyambung besi

Merujuk dari cerita orang tua dulu bahwa dahulu di daerah majakeling sekarang, pernah tumbuh sebatang pohon yang sangat besar, berada tepat di persimpangan antara Jalan Majakeling, Jalan Darma, Jalan Sawahan dan Danau permai, konon pohon tersebut dibawa dan ditanam oleh orang pendatang dari negeri seberang. Tapi sayang tanaman tersebut hanya bertahan sampai dengan tahun 80an, sekarang pohonnya sudah punah dan berganti dengan pohon kariwaya. Pohon tersebut kalau memperhatikan dari beberapa literature diatas maka dapat disimpulkan adalah pohon buah maja. Kemudian memperhatikan bahwa didaerah tidak jauh dengan Jalan majakeling ada beberapa komunitas keturunan India, menghubungkan  dengan istilah keling, maka tidak menutup kemungkinan mereka adalah keturunan orang-orang keling yang datang dari India atau dari kerajaan Kalingga. mengingat pohon buah maja ini banyak dimanfaatkan oleh orang-orang dari india. Sehingga diasumsikan bahwa pohon maja yang tumbuh di daerah tersebut dibawa oleh orang-orang keling tersebut, dan disbutlah pohon tersebut dengan sebutan POHON MAJAKELING, sebutan oleh masyarakat waktu itu pada gabungan kata pohon buah maja yang dibawa dan orang keling dari India sebagai pembawa dan yang menanam pohon maja tersebut. Akhirnya Majakeling tetap melekat sampai dengan sekarang menjadi sebuah nama Jalan, yaitu JALAN MAJAKELING.

Saturday 5 November 2016

EDISI NAMA TEMPAT : DESA SALAMAN DARI KATA "SALAMAN "ARTINYA PERDAMAIAN

Salaman adalah sebuah desa yang secara administrative masuk dalam wilayah kecamatan Kintap, dengan lokasi batas batas Desa Salaman adalah ; sebelah Utara berbatasan dengan Desa Riam Adungan, sebelah Selatan berbatasan dengan desa Asam- Asam, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Jorong dan Pegunungan Meratus, sedangkan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kuranji dan Kintapura.

Desa Salaman ini dibentuk pada tahun 1983, hasil dari pemekaran dari Desa Riam Adungan Kecamatan Kintap kabupaten Tanah Laut. Pada tahun tersebut, mata pencaharian masyarakat sebagian besar masih mencari rotan, berburu, menebang kayu, dan bercocok tanam dengan sistem ladang berpindah. Masyarakat menebang pohon masih menggunakan kapak.

Seiring meningkatnya kesejahteraan warga, penebangan pohon menggunakan kapak mulai ditinggalkan, diganti dengan mesin. Bahkan pekerjaan mencari rotan di hutan tidak seramai tahun 1983, karena masyarakat lebih tertarik untuk menambang batu bara secara manual.

Namun akibat dari penebangan pohon dan adanya aktifitas tambang didesa tersebut selain dapat memberikan dampak positif tetapi juga melahirkan dampak negative. Hal tersebut dapat dilihat pada kondisi sekarang, Apalagi untuk aktifitas penebangan sudah mulai berkurang dan aktifitas penambangan sudah banyak yang dihentikan sehingga dampak negatifnya dirasakan sampai sekarang. Misalnya sudah mulai sulitnya mencari pohon-pohon besar, banyaknya lubang-lubang bekas galian, kondisi jalan yang berlumpur dsb.

Menurut keterangan masyarakat desa Salaman, pemilihan nama Desa menjadi Desa "salaman" bukan tanpa alasan. Pada saat desa masih belum mempunyai nama yang jelas, sudah banyak orang-orang yang menetap dan tinggal didesa tersebut, baik penduduk asli (versi masyarakat – Dayak Ngaju) maupun para pendatang yang tertarik untuk mencari nafkah didesa tersebut (pada saat itu masih masuk wilayah desa Riam Adungan). Keberadaan pendatang pada saat itu dirasakan oleh penduduk asli merupakan ancaman dan gangguan, sehingga seringkali antara penduduk asli dan pendatang mengalami perselisihan yang mengakibatkan pada perkelahian, bahkan sampai berujung pada kematian baik korban dari pihak penduduk asli maupun dari para pendatang.

Adanya pertikaian terjadi sering para tokoh penduduk asli dan tokoh para pendatang melakukan musawarah dan mufakat untuk mencari penyelesaian damai dari kedua belah pihak. Pada saat pemisahan dari Desa Riam Adungan, dan melihat kondisi yang sering terjadi maka mereka (penduduk asli dan para pendatang) bersepakat untuk memilih nama desa dengan nama "salaman", mereka berharap agar setiap perselisihan di antara warganya dapat diselesaikan secara damai.

(dari berbagai sumber)

Friday 4 November 2016

PARIWISATA DAN BIROKRASI

Pariwisata merupakan sistem pengembangan industri makro dan merupakan usaha multi sektor. Semua sektor riil yang dimiliki masyarakat dapat dikerahkan sebagai pendorong perekonomian negara maupun daerah yang memiliki potensi kepariwisataan.
Produk pariwisata merupakan produk komposit dari berbagai rangkaian usaha, baik jasa transportasi, akomodasi, makan dan minum, jasa hiburan, serta fasilitas dan layanan lainnya.

Sehingga dapat disimpulkan fihak swasta memegang peranan sangat penting pada kegiatan kepariwisataan, sedangkan pemerintah (birokrasi) berperan sebagai fasilitator guna mendukung kelancaran kegiatan kepariwisataan.

Sebagai fasilitator diharapkan pemerintah memiliki visi dan misi yang jelas, pola fikir dan pemahaman yang tajam tentang dunia kepariwisataan. Namun melihat perkembangan pemerintahan di beberapa wilayah di indonesia tidak jarang kita menemukan anamoli dari harapan tersebut diatas.
  1. Enterprenuership, sehingga mendorong menciptakan inovasi dan kreatifitas dalam pengembangan kepariwisataan
  2. Performance, pemerintah atau bagian yang mengurusi kepariwisataan harus mampu memiliki tampilan yang menari, bukan saja institusinya tetapi juga orang yang menjadi pemimpinnya.
  3. Leadership, memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi sehingga mampu mempegaruhi orang-orang yang dipimpinnya, para pelaku usaha jasa baik pihak swasta maupun masyarakat yang ada disekitar obyek wisata
  4. Adaptasi, mampu beradaptasi dengan lingkungan yang menjadi tanggung jawabnya, mampu menjadi soerang bisnismen, menjadi seorang manajer dan bahkan mampu menjadi seorang "pemimpin preman" pada saat dibutuhkan (misalnya ada konflik disekitar obyek wisata)
Pariwisata diakui memang banyak memiliki kendala dan tantangan dalam pengembangannya, tetapi pemerintah mau tidak mau harus sudah memikirkan bagaimana melakukan upaya-upaya terobosan agar pariwisata dapat diwujudkan sebagai lokomatif pembangunan dan perekonomian.

SENJA KALA DI TAKISUNG

AMAZING !!!!!!
Izin share para pembuat fhoto
Lokasi di Pantai Takisung, Kecamatan Takisung Kab. Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan




Thursday 3 November 2016

GALLERY FOTO RUMAH BANJAR DI BATU TUNGKU KEC PANYIPATAN



Tampak Depan
Tawing Halat/Bagian Tengah

Tawing Halat Bagian Atas


Ukiran Teras Bagian Atas
Ukiran Tampak samping Luar rumah
Ukiran Bagian Atas jendela

Grendel Lelongkang /Kuncian Jendela

Engsel Lelongkang/Engsel Jendela

Kuncian Ruang Tengah

TANAH LAUT DALAM BINGKAI FOTO


Foto - foto tempat-tempat eksotis di Kabupaten Tanah laut yang ada dibawah ini di ambil dari beberapa sumber foto, masih banyak foto lain tentunya untuk dapat dinikmati, foto ini hanya sekilas gambaran bahwa kabupaten Tanah laut memiliki banyak potensi untuk dikembang, apalagi dari beberapa sumber foto ada yang dari luar Kalimantan, hal ini membuktikan bahwa Tanah laut dengan keindahannya cukup layak untuk dijadikan view para pecinta dan penikmat potografi (Izin share Pemilik Fhoto)
TANJUNG DEWA

TANJUNG DEWA

GUNUNG BIRAH
TUGU SIMPANG PARIT
LAPANGAN TUGU KIJANG KENCANA
TAMAN MINA TIRTA

PANTAI TAKISUNG


RIAM ADUNGAN      

Wednesday 2 November 2016

BAJUIN, SHINAGAWA DAN JEPANG

Jepang adalah salah negara yang pernah menjajah Republik Indonesia, hampir seluruh wilayah jajahan Hindia Belanda takluk dan tunduk kepada Jepang, termasuk pula Kalimantan Selatan. Bangsa Jepang datang ke Kalimantan Selatan melalui dua rute pintu masuk. Rute pertama adalah pasukan yang berjalan kaki dari utara, dan yang tiba dengan kapal laut mendarat di Jorong (kabupaten Tanah laut). Pasukan yang berjalan kaki adalah pasukan Angkatan Darat (Rikugun) yang berasal dari Balikpapan, mereka berjalan dan juga menggunakan sepeda menembus route Muara Uya, Tanjung, Amuntai, Barabai, Kandangan dan seterusnya. Akhirnya mereka sampai di Banjarmasin pada tanggal 13 Februari 1942. Sedangkan pasukan yang melalui jalan laut mendarat di Jorong yaitu pasukan yang berasal dari kesatuan Angkatan Laut (Kaigun), tiba di Pelaihari tanggal 13 Februari 1942 dan terus ke Banjarmasin.
Kedatangan tentara jepang (kaigun) yang melalui rute perairan Jorong tidak mengalami perlawanan dari pihak Belanda, karena sebelum Jepang tiba, pegawai sipil dan militer Belanda telah meninggalkan kota Pelaihari. Surat kabar Kalimantan Raya No. 12 tanggal 19 Maret 1942 memberitakan bahwa pada hari Senin, 9 Februari 1942 semua badan-badan pegawai Belanda sudah meninggalkan kota Pelaihari. Sehingga hal ini mengakibatkan terjadinya kekosongan pemerintahan di Pelaihari, melihat hal tersebut maka tokoh ulama Pelaihari K.H. A. Nawawi dan tokoh masyarakat A. Syairani mengambil inisiatif untuk membentuk sebuah komite Pengamanan Pelaihari.

Pada hari Jum’at tanggal 13 Februari 1942 tentara Jepang bersama-sama utusan perwakilan komite memasuki Pelaihari. Mereka disambut oleh komite dan masyarakat Pelaihari. Kedatangan pasukan Jepang tersebut diiringi dengan musik yang mengalunkan lagu kebangsaan Jepang. Dengan semboyan Jepang sebagai saudara tua maka mereka disambut dengan kehormatan oleh publik dan kegembiraan oleh seluruh tentara. Kemudian salah satu tokoh Pelaihari A. Sairani tampil ke muka menyampaikan pidatonya guna menyambut kedatangan tentara Jepang, dengan harapan kedatangan mereka benar - benar sebagai kawan bukan sebagai lawan.

Bangsa Jepang yang menduduki kota pelaihari banyak melakukan aktifitas, antara lain membuat dapur arang di ranggang juga mendirikan sebuah pabrik di Bajuin, yang menurut masyarakat setempat adalah pabrik biji besi. Kondisi bangunan pabrik tersebut masih nampak terlihat bekas-bekasnya, baik sisa-sisa dinding pabrik, lubang sumur perendaman (konon katanya untuk merendam besi), maupun sisa-sisa material bangunan tersebut. Lokasinya terletak di belakang sekolah SMU Negeri 1 Bajuin, disamping bangunan PDAM yangs sekarang dipagari kawat karena lokasi dimiliki oleh warga setempat.


Salah satu material yang didapati di bekas bangunan pabrik biji besi tersebut adalah sebuah batu bata yang bertuliskan SHINAGAWA berlambangkan SS, dari hasil penelusuran sementara, ada beberapa petunjuk awal dari nama Shinagawa ini yaitu ; Shinagawa nama sebuah Distrik di Jepang, Shinagawa nama sebuah stasiun kereta api di Tokyo, Jepang. Meskipun bernama "Shinagawa", stasiun ini sebenarnya terletak di Minato, yang berada di sebelah utara Shinagawa. Stasiun Shinagawa ini merupakan stasiun pertukaran untuk kereta-kereta JR East, JR Central dan Keikyū. Tōkaidō Shinkansen dan kereta-kereta lainnya yang menuju Semenanjung Miura, Semenanjung Izu, dan wilayah Tōkai di Honshu juga melewati stasiun ini. Stasiun Shinagawa dibuka pada 12 Juni1872 (kalender Gregorius) melayani jurusan antara Shinagawa dan Yokohama dimulai, empat bulan sebelum diresmikannya "jalur kereta api pertama Jepang" antara Stasiun Shiodome (saat itu bernama Stasiun Shimbashi) dan Yokohama (melalui Shinagawa) pada 14 Oktober 1872. Pada 1 Maret1885Jalur Yamanote mulai beroperasi, disusul dibukanya Stasiun Takanawa milik Keikyū pada 11 Maret1924 yang berada di seberang Stasiun Shinagawa. Stasiun Takanawa kemudian diubah namanya menjadi Stasiun Shinagawa dan pindah ke lokasinya yang sekarang pada 1 April 1933.

Selain itu juga, Shinagawa terkait dengan sebagai nama sebuah perusahaan pabrik semen tahan api / Refractories. Perusahan ini berdiri di Jepang pada tahun 1903 dan kini membuka cabang di Indonesia, sampai saat ini shinagawa refractories sudah memilik 3 cabang di 3 negara, yaitu di Jepang, Australia dan Indonesia. Untuk di Indonesia perusahaan PT SHINAGAWA ini beralamat di Jl. LetJend S Parman Kav 77 Slipi Jakarta Barat, sedangkan Warehouse berada di Citeureup Bogor, dengan kategori perusahaan sebagai penyedia bahan baku dan bahan mineral.

Keterkaitan batu bata yang bertuliskan SHINAGAWA- SS ini memang perlu ditindaklanjuti melalui penelitian yang lebih komprehensif sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang memiliki validatas data yang akurat, misalnya ; apakah perusahaan ini benar merupakan pabrik biji besi, kapan pabrik ini dibangun, bagaimana gambaran bentuk pabriknya, apakah pabrik ini sudah berproduksi, siapa saja yang menjadi buruh pabriknya, siapa yang menjadi kepala pabriknya dst.

Dengan didirikannya bangunan pabrik oleh Jepang pada masa lalu di desa Bajuin, maka telah memberikan gambaran kepada kita bahwa daerah Bajuin ini memiliki sumber daya alam yang potensial untuk dikembangkan dan berdayakan.


(dirangkum dari berbagai sumber)

Tuesday 1 November 2016

EDISI NAMA TEMPAT : SARANG HALANG

Sarang Halang sebuah kelurahan yang masuk dalam wilayah kecamatan Pelaihari, berada di perbatasan dengan perkampungan cina parit, yang dibatasi dengan sungai kandangan dihubungkan oleh sebuah jembatan yang panjangnya kira-kira 15 m.

Di kelurahan ini terdapat sebuah pesantren yaitu Pesantren Almubarak yang didirikan oleh Tuan Guru K.H Askani. Banyak masyarakat baik dari sekitar lingkungan Kelurahan Sarang halang maupun dari luar kota Pelaihari yang mengirimkan anaknya untuk mondok menimba ilmu dipesantren Almubarak tersebut. Pengajarnya adalah alumni pesantren Darusalam martapura bahkan ada yang ada juga dari lulusan dari Pondok pesantren di pulau Jawa.

Nama Sarang Halang selama ini sudah sangat dikenal oleh masyarakat Tanah laut, namun kita belum tahu persis kapan dan apa kejadian yang melatar belakangi sehingga kelurahan ini disebut dengan SARANG HALANG.

Menurut cerita pinutur dahulu kala di tempat itu (kelurahan sarang halang sekarang) adalah sebuah tempat untuk berjualan kayu ulin. Wilayah Tanah laut pada masa – masa yang lalu memang sudah dikenal sebagai lokasi yang menggiurkan untuk usaha perkayuan, khususnya kayu ulin, tetapi akibat adanya penebangan tanpa memperhatikan pelestarian kayu ulin tanah laut sekarang ini sudah sangat sulit ditemukan. Kayu ulin disebut juga dengan bulian atau kayu besi adalah pohon berkayu dan merupakan tanaman khas Kalimantan, kayu ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan rumah, jembatan, tiang listrik perkapalan dll. Pohon ini jenis kayu hutan tropika basah yang tumbuh secara alami. Menurut sebuah penelitian pertumbuhan pohon kayu ulin sangat lambat berkisar 8-16 cm per tahun. Kita bisa bayangkan perlu berapa tahun kita menunggu hingga menjadi sebuah pohon yang cukup besar.

Pada zaman itu karena tidak adanya tempat yang representatif untuk melakukan jual beli kayu ulin, maka lokasi transaksi penjualan kayu ulin dilakukan dibawah pohon-pohon besar. Hasil penebangan kayu ulin yang didatangkan dari berbagai tempat di wilayah Tanah laut ini ditumpuk dan ditempatkan dibawah pohon – pohon besar tersebut. Sehingga memudahkan pertemuaan antara pemilik kayu ulin dan pembeli kayu ulin.

Adanya pohon-pohon yang tinggi dan besar tersebut selain menjadi tempat jual beli kayu ulin, tetapi juga menjadi tempat perlindungan yang aman bagi binatang, salah satunya adalah burung elang. Burung elang menyukai tempat-tempat yang tinggi dan rimbun, sehingga keberadaan pohon tersebut menarik kawanaan burung elang untuk memanfaatkannya sebagai sarang mereka.

Aktifitas jual beli ulin di bawah pohon besar tersebut tidak mengganggu keberadaan kawanan burung elang, bahkan masyarakat yang melakukan transaksi jual beli kayu ulin setiap saat melihat akitifitas burung elang tersebut.

Dengan keberadaan burung elang itu, pada akhirnya masyarakat yang datang untuk bertransaksi kayu ulin selalu menyebutkan tempat transkasinya dibawah pohon sarang Halang (Sarang = tempat, Halang = Elang).

Akhirnya kebiasaan penyebutan tersebut melekat dan menjadikan tempat tersebut sebagai SARANG HALANG.

(sumber cerita pinutur)



SIAPA YANG PERTAMA DATANG KE WILAYAH TANAH LAUT?

Keadaan geomorfologis Nusantara masa lalu sangat berbeda, dimana adanya pendangkalan lautan menjadi sebuah daratan. Hal tersebut mempengaruhi penyebaran suku-suku bangsa di Kalimantan. Pada jaman purba pulau Kalimantan bagian selatan dan tengah merupakan sebuah teluk raksasa. Kalimantan Selatan merupakan sebuah tanjung, sehingga disebut juga sebagai pulau Hujung Tanah dalam Hikayat Banjar, sedangkan dalam kitab Negarakertagama disebut Tanjung Negara. Kitab Negarakertagama memberikan gambaran pada Tanjung Negara, bahwa sungai Barito dan sungai Tabalong pada jaman itu masih merupakan dua sungai yang terpisah yang bermuara ke teluk tersebut. Ketika orang Melayu generasi pertama yang menjadi nenek moyang suku bangsa Banjar bermigrasi ke daerah ini mereka mendarat di sebelah timur teluk tersebut, diduga di sekitar kota Tanjung, di Tabalong yang di masa tersebut terletak di tepi pantai, mereka bertetangga dengan suku Dayak Maanyan. Suku Dayak Maanyan bermigrasi datang dari arah timur Kalimantan Tengah dekat pegunungan Meratus dan karena tempat tinggalnya dekat laut, suku Maanyan telah melakukan pelayaran hingga ke Madagaskar. Setelah berabad-abad sekarang wilayah suku Maanyan di Barito Timur sangat jauh dari laut karena adanya pendangkalan. Sementara suku Dayak Ngaju yang bermigrasi dari datang arah barat Kalimantan Tengah, merupakan keturunan dari suku Dayak Ot Danum yang tinggal dari sebelah hulu sungai-sungai besar di wilayah tersebut.

Dalam zaman pra sejarah sampai dengan zaman sejarah pegunungan meratus atau pegunungan beratus (pegunungan beratus adalah pegunungan yang terletak diperbatasan Kabupaten Tanah laut dengan Kabupaten Banjar) masih merupakan sebuah semenanjung yang menjurus kearah laut jawa

Penelitian bukti – bukti dari zaman Neolitik di kaki pegunungan meratus atau pegunungan beratus seperti di Gunung Buluh Lombok, Gunung Batu kapur, Gunung Batu Mandi belum pernah dilakukan, namun kemungkinan adanya jenis binatang laut yang hidup seperti berbagai kerang dan ikan di sekitar wilayah pegunungan meratus menunjukan bahwa pada masa itu ada ciri – ciri kehidupan.

Dengan ditemukannya jenis alat batu pada tahun 1939 oleh H Kupper di Awang bangkal, kemudian pada tahun 1958 jenis kapak berimbas oleh Toer Soetardjo juga di lokasi yang sama, yaitu di Awang Bangkal di dasar sungai riam kanan Kabupaten Banjar, berupa kapak berimbas yang terbuat dari karakal kwarsa, maka kita dapat berasumsi bahwa jenis manusia Pra Sejarah Kalimantan Selatan termasuk Tanah Laut dimulai juga dengan manusia Pithecantropus di pegunungan Beratus atau pegunungan Meratus.

Semua peristiwa tersebut selalu memberikan kemungkinan dan asumsi, kita belum mengetahui pasti secara ilmiah mengenai kepurbaan manusia di Kalimantan Selatan ataupun juga di Tanah laut. Namun evolusi arus genetika dalam kehidupan pasti terjadi dalam kurun zamannya.

Kemudian juga diasumsikan bahwa Dayak Ngaju adalah penghuni kedua setelah Pithacentrapus tersebut. Mereka meninggalkan kampung halamannya setelah terjadinya perluasan kerajaan Negara Dipa. Kedatangan Dayak Ngaju ini kemungkinan datang dengan menyusuri sungai Riam kanan sampai ke hulunya, ada juga yang datang dari pegunungan melalui gunung meratus atau gunung beratus dengan menyebar sampai ke Bajuin sekarang, bahkan sampai ke hulu sungai Kintap daerah Riam Adungan. Selain itu mereka juga melakukan pengembaraan dari sungai Kahayan dan sungai Kapuas menuju selatan (laut jawa) dan memasuki sungai Tabanio dan menyusur sampai ke daerah Mentiwah

Menelusuri jejak pengembaraan manusia zaman dahulu di wilayah Tanah Laut, maka secara awal dapat diasumsikan bahwa dahulu wilayah Tanah laut pernah di huni manusia purba Pithecantrupos, kemudian dari seleksi alam mereka punah atau bermigrasi ke wilayah lain, kemudian dilanjutkan dengan kedatangan suku Dayak Ngaju sebagai penghuni kedua. Dayak Ngaju ini pada zaman dahulu banyak yang menetap di Bajuin, Riam Adungan, Tabanio dan Mentiwah.

Tulisan ini hanya bersifat asumsi berdasarkan dari cerita dan literature yang ada, masih banyak hal yang perlu dibuktikan melalui penelitian – penelitian ilmiah siapa sebenarnya manusia pertama yang ada di daerah Kabupaten Tanah Laut
(dari berbaagai sumber)

DINAMIKA TAKISUNG & PANTAINYA DARI TAHUN KE TAHUN

Takisung  adalah sebuah  kecamatan  yang ada di Kabupaten  Tanah Laut , Provinsi  Kalimantan Selatan ,  Indonesia . Dari segi administ...