Thursday 6 October 2016

KISAH DATU TIMANG

Datu Timanggung, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Datu Timang adalah putra dari Datu Dabung Dayu. Beliau berasal dari suku dayak Kenyah, Menurut sejarah, sebagian suku Dayak Kenyah tersebut sudah ada yang beragama Islam, sekitar abad ke 15 yang dibawa oleh pedagang dari Arab waktu berdagang ke daerah Kalimanan Timur dan sekitarnya.

Datu Timang adalah salah satu orang Daya Kenyah yang sudah beragama Islam. Sekitar abad ke-18, dalam perjalanannya, Datu Timang beserta keluarga beliau akhirnya bermukim di suatu kampung kecil yang pada saat itu masih merupakan daerah hutan yang lebat dan dihuni dengan berbagai hewan seperti beruang, babi, kera, menjangan, dan lain-lain. Pada saat Datu Timang datang, kampong tersebut belum mempunyai nama. Karena ketinggian ilmunya, Datu Timang diberi mandat penduduk setempat untuk mencari nama kampung tersebut. Dengan bermunajat dan berdo’a kepada Allah SWT agar diberi petunjuk nama kampung yang cocok. Akhirnya petunjuk pun datang sesuai dengan yang sudah terbersit dalam hati Datu Timang, yakni Jorong. Jorong artinya tempat padi, tempat hasil alam yang melimpah dari tanah, sungai, dan laut, tempat orang berusaha, serta tempat penduduk yang banyak di masa yang akan datang.

Pada masa itu, penduduk kampung jorong sebagian besar orang-orang Dayak Biaju. Mereka masih menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Yakni, kepercayaan kepada makhluk halus dan roh, pemujaan terhadap roh (sesuatu yang tidak tampak mata). Berkat beliau, banyak mereka yang masuk Islam. Pada jaman penjajahan Belanda, Datu Timang sangat berperan dalam perjuangan memerangi penjajah. Konon senjata yang digunakan Datu Timang hanya Sumpit. Sumpit adalah senjata tiup tradisional dari Suku Dayak yang mendiami sebagian besar Pulau Kalimantan , baik dari Dayak di Indonesia maupun Malaysia dan Brunei. Sumpit dibuat dari kayu ringan, panjang minimal 150 sentimeter hingga maksimal 225 sentimeter. Alat ini biasanya digunakan Suku Dayak untuk berburu. Namun, terkadang alat ini juga digunakan sebagai alat pertahanan diri dalam perang antarsuku. Batang bambu kecil yang sudah direndam racun merupakan senjata yang dimasukkan dalam sumpit ini. Anak panah sumpit ini dinamakan tamiang atau lamiang.

Menurut cerita, tamiang sumpit Datu Timang mampu mencari sasarannya, seperti memiliki kendali. Juga dapat membedakan antara kawan dengan musuh. Waktu melawan penjajah Belanda, beliau berbagi daerah pertahanan dengan duasaudara beliau (Nyai Kembang dan Datu Ambawang) dan sepupu beliau (Datu Sujimat dan Datu Surip). Nyai Kembang dan Datu Ambawang bertugas di daerah Munggu Wanau, Tandui, Kuningan, Batalang, dan Ambawang. Nyai Kembang dikenal sebagai dukun beranak (bidan). Beliau terkenal mampu mengatasi kelahiran yang mengalami masalah seperti bayi lahir sungsang.

Menurut cerita, Nyai Kembang sekarang sering berada di pulau Kembang. Datu Timangjuga dibantu saudara sepupu beliau, yakni Datu Surip dan Datu Sajimat. Datu Surip bertugas di daerah sungai Halayung (Pulau Gudai). Beliau juga bermakam di tepi sungai Halayung. Nisannya hanya berupa batu. Menurut cerita, jika sungai Halayung meluap maka batu nisan tersebut akan berpindah ke tempat yang lebih tinggi agar tidak terendam air. Jika beruntung, di makam beliau bisa melihat lima buah keris pusaka. Namun jika ingin di ambil kelima keris tersebut akan menghilang. Datu Sujimat bertugas di Pulau Panjang. Sekarang bernama desa Alur.

Pulau Panjang merupakan pintu gerbang masuk ke kampung Jorong. Beliau menjaga para penjahat yang mau masuk kampung Jorong. Para penjahat yang akan masuk, melihat kampung Jorong berubah menjadi lautan atau terlihat gelap gulita. Para penjahat yang mencoba masuk kampung Jorong tidak akan berhasil. Datu Sujimat kemudian mengganti namanya menjadi Datu Ahmad. Beliaujuga dikenal memelihara kucing sebanyak 41 ekor. Makam Datu Ahmad terletak di dekat perbatasan desa Alur dan desa Jorong. Makam beliau merupakan salah satu yang sering diziarahi warga kampung maupun orang luar daerah.

Datu Timang juga terkenal sakti atau mempunyai ilmu yang tinggi. Pernah beliau berjumpa dengan raja jin yang bernama Warajin yang datang dari Sebangau melalui Margasari sedang membawa bibit tanaman purun. Raja jin dibantu anak buahnya, yakni : Aji Braksa, Aji Brangta, dan Rangga Susu (jin perempuan). Datu Timang meminta bibit purun tersebut untuk di tanam di Jorong. Namun raja jin menolak sehingga terjadi pertarungan sengit. Menurut cerita, pertarungan itu berlangsung lumayan lama. Berkat kesaktiannya, akhirnya Datu Timang berhasil mengalahkan raja jin dan anak buahnya. Raja jin kemudian menyerahkan semua bibit purun dan ketiga anak buahnya. Datu Timang bersama-sama penduduk kampung Jorong lalu menanam bibit purun tersebut di daerah Murung Tahu dan Banyu Habang. Dari sinilah konon bibit purun tersebut tersebar ke daerah-daerah sekitar kampung Jorong. Ketiga anak buah jin yang diserahkan untuk membantu Datu Timang kemudian ditugaskan di wilayah-wilayah tertentu. Jin Aji Braksa diberi tugas oleh Datu Timang untuk menjaga daerah Taluk Hanau, Piyaungan, Padang Sabimbing, Tungkaran Naik, Pondok Biawak, Pinang Bakikis, dan Pondok Sarai. Jin Aji Brangta bertugas menjaga daerah hutan Liang Landak, Kuningan, Kanuar, Tandui, Pondok Kupiah, Gadamba, Sungai Kuwini, Lok Kota, Katal-katal, gunung Batu Basarudung, dan gunung Hujan Panas. Jin Rangga Susu, yakni jin perempuan, bertugas di Danau Udang, Pulau Cangkir, Pulau Tukang, Matang Lajar, Pulau Tiwadak, Pulau Anting-Anting, Munggu Sulah, Pulau Hajatan, Sungai Binjai, dan daerah hulu hilir Lok Melati. Menurut cerita, mereka sekarang telah kembali alam asalnya. Perkembangan Islam di kampung Jorong pada masa itu cukup pesat. Untuk keperluan ibadah dan musyawarah, Datu Timang bersama warga, bermusyawarah untuk membangun sebuah masjid. Konon, kayu Ulin untuk keperluan tiang masjid dicari dan dibawa sendiri oleh Datu Timang dengan cara dipikul. Masjid tersebut diberi nama Nurul Huda. Sampai sekarang masjid Nurul Huda masih berdiri dan sudah mengalami beberapa kali renovasi. Pada waktu pembangunan masjid Sultan Suriansyah,

Datu Timang juga kabarnya ikut berperan membawakan batangan kayu Ulin dengan cara dipikul sampai ke Kuin. Gambar 1. Masjid Nurul Huda Jorong Selain itu, ketinggian ilmu Datu Timang , juga mampu berburu binatang tanpa senjata. Bila berburu menjangan, beliau hanya menunjuk binatang tersebut sambil menggerak-gerakkan jari telunjuk diiringi bacaan dua kalimat syahadat. Menjangan yang diburu pun tunduk dan tidak bisa berkutik hingga mudah ditangkap. Datu Timang wafat pada tanggal 10 Dzulhijah 1331 H atau tahun 1910 M. Makam beliau terletak di samping masjid Nurul Huda di jalan Datu Timang desa Jorong. Karamah (kemuliaan) beliau adalah makam beliau termasuk yang dikeramatkan dan sering diziarahi masyarakat setempat maupun luar Jorong.

Ada dua buah parang peninggalan dari Datu Timang. Parang panjang seperti Samurai dan parang Baduk. Parang Baduk berbentuk panjang dan lebarnya seperti telapak tangan orang dewasa. Kedua parang tersebut masih tersimpan di rumah keturunan keenam dari Datu Timang bernama H. Muhammad Yatim A Halid, di Jorong. Kadang-kadang kedua parang tersebut bisa menghilang dari tempatnya dan kembali lagi dengan sendirinya, tanpa tahu sebabnya.

Menurut cerita orang - orang tua dahulu apabila ada orang yang ingin melahirkan kemudian bertawasul kepada Datu Timang maka insyallah akan dilancarkan proses kelahirannya ..wallahu"allam

(Dikutip dari berbagai sumber)




No comments:

Post a Comment

DINAMIKA TAKISUNG & PANTAINYA DARI TAHUN KE TAHUN

Takisung  adalah sebuah  kecamatan  yang ada di Kabupaten  Tanah Laut , Provinsi  Kalimantan Selatan ,  Indonesia . Dari segi administ...